JAKARTA - Revisi Undang-Undang (UU) atas perubahan Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), resmi masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015.
Dengan masuknya revisi UU KPK tersebut, Pelaksana tugas (Plt) Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki mengatakan, dengan masuknya UU tersebut terlebih soal revisi penyadapan, adalah upaya untuk melemahkan KPK.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, revisi UU tersebut lantaran DPR lewat Komisi III, menemukan banyak masalah di lembaga antirasuah tersebut. Oleh karenanya, revisi UU KPK tersebut adalah salah satu solusinya.
"Ini lembaga negara. Ini ada yang bekerja untuk kepentingan pribadi. Penyadapan untuk kepentingan pribadi. Ini bagaimana?" ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (24/6/2015).
KPK yang mengaku keberatan jika penyadapan terhadap para terduga korupsi akan diatur dalam UU, dikatakan Wakil Sekertaris Partai Keadilan Sejehtera (PKS) tersebut, penyadapan memang perlu diatur lantaran bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
"Lewat keputusan MK (Mahkamah Agung), penyadapan adalah melanggar HAM, penyadapan harus diatur dalam UU dan Perppu (Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang). Tapi setelah KPK tidak bisa diawasi, setelah itu kewenangan dari Kemenkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) hilang," tegasnya.
Selain itu, Fahri juga mengaku aneh dengan KPK. Karena pada saat mengelar rapat bersama pimpinan DPR, lembaga yang dikepalai oleh Ruki, sepakat jika KPK perlu diawasi.
Namun pada saat ingin diawasi oleh Kemenkominfo, lembaga antirasuah tersebut menyatakan keberatannya. "Padahal semua mengatakan setuju dengan pimpinan KPK wajib diawasi, tapi bagaimana main sadap, main tangkap ini masih bisa," tuntasnya.
Sebelumnya, Ruki mengatakan revisi UU KP sangat melemahkan peran dari lembaga antirasuah tersebut. Pasalnya masalah penyadapan kewenangan KPK seperti dikebiri.
Menurutnya, DPR boleh saja merevisi kewenangan KPK yang lain, asalkan jangan membatasi kewenangan lembaga antirasuah tersebut dalam melakukan penyadapan terhadap para terduga koruptor.
Dan berikut ini pasal dalam UU KPK yang akan direvisi oleh DPR:
Kewenangan Penuntutan
Pasal 6
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
Kewenangan Penyadapan
Pasal 7
Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
a. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.
Pembekuan Rekening
Pasal 12
Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
g. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi, serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa.
Perkara Jalan Terus
Pasal 40
Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi.
Penyitaan tanpa Izin Pengadilan
Pasal 47
Atas dasar dugaan yang kuat adanya bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin ketua pengadilan negeri berkaitan dengan tugas penyidikannya.
(Randy Wirayudha)