Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Pasal Penghinaan Presiden, Bentuk Pembungkaman Kebebasan

Raiza Andini , Jurnalis-Rabu, 05 Agustus 2015 |13:13 WIB
Pasal Penghinaan Presiden, Bentuk Pembungkaman Kebebasan
Ilustrasi Demonstrasi (Dok: Okezone).
A
A
A

JAKARTA - Praktisi hukum tata negara, Margarito Kamis, menyebut mengaktifkan pasal penghinaan presiden merupakan bentuk upaya pembungkaman kebebasan terhadap masyarakat dalam mengekspresikan aspirasinya.

"Dengan dihidupkan kembali, maka sudah ada upaya pembungkaman kebebasan. Presiden akan lebih otoriter ada pasal itu, dan pers akan habis dengan pasal itu. Dulu pasal itu sudah ditinggalkan. Masa di era ini masa dihidupkan lagi," ungkap Margarito di PN Jaksel saat menunggu jalannya sidang, Rabu (5/8/2015).

Pria yang menjadi saksi ahli dalam kasus korupsi Bupati Morotai itu mengatakan, Presiden keliru jika pasal yang sudah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2006 tersebut dihidupkan kembali.

"Ada kekeliruan konsep tata negara. Presiden bukan simbol negara. Karena lambang negara yang disebut itu adalah bendera, bukan presiden. Jika seperti itu negara ini negara kerajaan," tambah dia.

Menurut Margarito membuat pasal tersebut dihidupkan kembali diistilahkan dengan filterisasi state. Dan hal tersebut bukan termasuk wujud demokrasi melainkan feodalisme.

"Ini negara hukum, demokrastis, dan ingin penyelenggaraan yang akuntabilitas tidak berjalan secara otoriter, namun ada larangan orang mengkritik. Tidak jelas poin apa yang dimaksud pada pasal itu. Masih general dan rancu, karena penghinaan pasti akan berbeda persepsi. Pasal itu belum berubah pasal yang dihidupkan," simpul Margarito. (fal)

(Syukri Rahmatullah)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement