JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM terhadap pasal 28 UUD 1945. Dalam sidang keenam ini, MK berkesempatan mendengar keterangan Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) dan Kejaksaan Agung.
Diketahui, ada 10 kasus pelanggaran HAM berat yang tujuh di antaranya belum selesai. Tujuh berkas perkara tersebut selama lebih dari 12 tahun mondar-mandir antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung.
Komisioner Komnas HAM, Siti Nurlela mengatakan, Komnas HAM sebagai penyelidik bertugas mencari dan mengajukan peristiwa yang diduga mengandung unsur pelanggaran pidana, dalam hal ini pelanggaran HAM berat. Sedangkan kewenangan penyidikan berada di Kejaksaan Agung.
"Terakhir 6 Juni 2012 (berkas dikembalikan) untuk dipenuhi Komnas HAM. Saat ini posisinya di Kejagung. Dalam proses pengembalian berkas tersebut, ada ketidaksepahaman antara penyelidik dan penyidik sesuai UU Pengadilan HAM pasal 20 ayat (3) dan penjelasan pasal 20 ayat (3) UU pengadilan HAM," kata Nurlela di ruang sidang pleno MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (8/9/2015).
Dalam pasal yang dimaksud, terdapat frasa "kurang lengkap" yang dalam penjelasan pasal juga dikatakan Nurlela menyebabkan multitafsir. Sementara itu, lanjutnya, sebanyak tujuh kali pengembalian berkas, Kejaksaan Agung tak memberi keterangan yang jelas dimana letak ketidaklengkapan berkas perkara.
Selain itu, Kejaksaan Agung juga mempersoalkan tim penyelidik atau tim penyelidik ad-hoc yang dibentuk Komnas HAM tidak disahkan di bawah sumpah.
"Sumpah penyelidik atau penylidik adhoc ini tidak wajib. Mengapa komisi penyelidik adhoc dipersoalkan, padahal jaksa agung tidak pernah mempersoalkan sumpah tersebut pada tiga kasus yang telah diselesaikan," lanjut Nurlela.