ZAMBOANGA – Ulama karismatik Saudi, Syekh Aidh al Qarni, ditembak oleh seorang pria bersenjata di selatan Filipina. Ia ditembak pada bagian bahu kanan, lengan kiri, dan juga bagian dada.
Menurut Helen Galvez, juru bicara kepolisian, Syekh Aidh al Qarni tidak mengalami luka serius. Saat ini, ia sedang dirawat di sebuah rumah sakit di Kota Zamboanga dan pelaku penembakan telah dilumpuhkan.
“Syekh al Qarni hanya sedang menyampaikan kuliah umum (ceramah). Tiba-tiba datang seorang pria bersenjata dari kerumunan dengan membawa pistol kaliber 4.5. Melihat kejadian tersebut, penjaga keamanan langsung melumpuhkan pria tersebut hingga tewas,” ujar Galvez menerangkan kronologis penyerangan, dikutip dari The Guardian, Rabu (2/3/2016).
Sementara menurut pihak Kedutaan Besar Saudi di Manila, pelaku menyerang sesaat setelah al Qarni meninggalkan konferensi.
“Seorang pria mendekati mobilnya dan menembak tangannya usai menghadiri undangan dari asosiasi keagamaan setempat,” terang pihak Kedubes Saudi di Manila.
Pelaku penembakan kemudian diketahui sebagai warga Filipina. Sedangkan, dua warga Filipina lainnya yang diketahui bekerja sama dengan pelaku juga telah ditahan oleh pihak kepolisian. Hingga saat ini, pihak kepolisian belum mengetahui latar belakang kelompok tersebut dan apa motif penembakan.
“Kami belum tahu siapa mereka dan apa motif pelaku. Namun demi alasan keamanan, kami akan segera menerbangkan Qarni ke ke Manila,” tambahnya.
Syekh Aidh al-Qarni dikenal sebagai ulama senior dan juga penulis buku Awakening Islam. Saking populernya di Saudi, jumlah pengikut dia di Twitter mencapai lebih dari 12 juta orang.
Bulan lalu, sekelompok militan dilaporkan melancarkan serangan di area militer terpencil di Filipina Selatan. Ketika melakukan penyerbuan, mereka sempat melambaikan bendera hitam Islamic State (ISIS).
Bentrok antara aparat dan kelompok teroris itupun tak terhindarkan. Dalam kurun waktu seminggu, sedikitnya 12 kelompok ekstremis dan lima tentara Filipina meninggal seketika.
Kota Zamboga memiliki populasi campuran, antara Kristen dan Muslim. Kondisi ini menyebabkan daerah ini sering kali menjadi target penyerangan kelompok militan Muslim di Filipina.
Pada tahun 2013, salah satu kelompok pemberontak Muslim juga menyerang wilayah ibu kota. Serangan ini mengakibatkan terjadinya bentrok dengan aparat keamanan selama tiga minggu dan 200 orang meninggal dunia.
(Silviana Dharma)