"Jadi eksekusi terhadap klien kami Jeef tidak bisa dilaksanakan oleh Kejaksaan Agung karena keputusan presiden kami belum kami terima," katanya.
Pelanggaran ketiga terang dia adalah notifikasi eksekusi. Seharusnya dalam Undang-Undang Nomor 2 PNPS tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati notifikasi harus diberikan 3x24 jam sebelum pelaksanaan hukuman mati.
"Notifikasi kita terima 26 Juli 2016 pukul 15.00 WIB . Sementara eksekusi dilaksanakan 29 Juli 2016 pukul 00.45 WIB. Ada percepatan waktu eksekusi. Karena dilakukan dini hari. Kita jadi bertanya-tanya kenapa dipercepat namun dari pihak kejaksaan tidak memberikan jawaban yang jelas," ulas dia.
Koodinator ICJR, Erasmus Napitupulu berharap agar Komjak dan lembaga independen negara lainnya melihat eksekusi mati secara lebih umum. Pihaknya merasa kecewa kenapa dari 14 orang terpidana mati hanya empat yang dieksekusi sementara 10 yang belum dieksekusi tidak diberikan penjelasan transparan oleh Kejaksaan Agung.
"Alasan 10 orang tidak dieksekusi hanya dijelaskan karena memperhatikan aspek yuridis dan non-yuridis. Kami berharap ada kejujuran, keterbukaan dan keadilan. Tidak terbukanya hari H eksekusi mati sudah hal biasa namun eksekusi mati tahap tiga ini paling tidak transparan," katanya.