Negara yang jejak ekologinya rendah adalah Bangladesh (0,7) sehingga ia bisa memperoleh HPI tinggi. Meski begitu, dari segi kesejahteraan, negara pecahan Pakistan ini terbilang buruk, dengan skor 4,7.
Secara keseluruhan NEF ingin memperlihatkan kepada dunia bahwa negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapitanya tinggi justru jauh dari kebahagiaan dan kesejahteraan.
“Pertumbuhan produk domestik bruto (GDP) sendiri tidak berarti bisa menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi setiap orang, khususnya di negara yang sudah makmur. Itu (pendapatan nasional) juga tidak mencerminkan kesenjangan ekonomi rakyat di suatu negara. Data ini juga tidak sepenuhnya memperlihatkan nilai-nilai yang penting bagi orang-orang, seperti hubungan sosial, kesehatan atau bagaimana mereka menghabiskan waktu luang mereka,” terang NEF.
Negara seperti Bangladesh, Sri Lanka, Nepal, India, Kamboja, Myanmar dan Mongolia memiliki kesejahteraan terendah dalam hal kebebasan beragama. Semua negara tersebut memiliki skor kurang dari lima.
Sementara itu, Singapura yang tergolong negara maju justru tidak berada dalam daftar negara paling bahagia di dunia. Akan tetapi, kemungkinan hal itu terjadi karena kurangnya data yang diperoleh HPI. Sebab, data HPI juga dikumpulkan dari yang sudah tersedia di PBB, Gallup World Poll dan Global Footprint Network.
Vanuatu didaulat sebagai negara paling bahagia di Asia Pasifik serta menempati posisi keempat di dunia karena dipandang telah melestarikan demokrasi dan kedamaian di dalam negerinya secara konsisten. Padahal, seperti Indonesia, negara ini juga dibentuk dari kemajemukan budaya. Warga Vanuatu diketahui bicara dalam lebih dari 100 bahasa daerah.
(Silviana Dharma)