MAKKAH - Tanah suci tidak hanya menyajikan jejak-jejak sejarah perjuangan para nabi, rasul dan para sahabat dalam mensyiarkan agama Islam. Di Makkah, terutama, ada pula tempat-tempat yang pernah didatangi para ulama nusantara, untuk menimba ilmu dan berkarya.
Dari sekian tempat itu yang masih eksis hingga sekarang adalah Madrasah Shaulatiyah. Tempat pendiri Nahdatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy’ari menimba ilmu ratusan tahun silam dari gurunya, Syeh Rahmatullah bin Khalil Al Hindi.
“Madrasah ini berdiri sejak 1.147 tahun lalu,” ujar pengelola Madrasah Shaulatiyah, Syeh Majid Said Masud Rahmatullah Al-Utsmani saat memberikan sambutan dalam pertemuan Jam’iyah Nahdatul Ulama Sedunia di Makkah, Kamis (8/9/2016).
KH Hasyim Asy’ari tercatat pernah belajar di Makkah selama enam sampai tujuh tahun lamanya. Di tanah suci, kyai kelahiran Jombang 10 April 1875 itu menuntut ilmu ke sejumlah ulama besar. Di antaranya Syeh Mahfudz bin Abdullah At-Termasy dan Syeh Nawawi Al-Bantany. Hadratus Syeh juga tercatat pernah belajar secara intensif dengan Sayyid Alawi bin Ahmad Assegaf dan Sayyid Husain bin Muhammad Al Habsy, mufti Madzhab Syafiiyah di Masjidil Haram dan kediaman keduanya.
Kakek Gus Dur tersebut tercatat juga memiliki banyak guru lain, baik dari Makkah maupun dari luar Makkah, semisal Habib Ahmad bin Hasan Al Athas dan Syeh Rahmatullah bin Khalil Al Hindi, pendiri madrasah Shaulatiyah. Kiai Hasyim sendiri merupakan alumni Madrasah Shaulatiyah. Namanya tercantum dalam buku absen tahun 1304 H. Majalah Tarikhiyah Ilmiyah Alumni Madrasah Saulatiyah tahun 1432 edisi 3/tahun ke 3 mencatat, pada 1304 H atau 1893 KH Hasyim Asy’ari pergi ke Makkah untuk menuntut ilmu dan tinggal selama 6 tahun.
Syeh Majid dalam paparannya menjelaskan, pendiri Madrasah Shaulatiyah merupakan keturunan Khulafaur Rosyidin Utsman ibnu Affan. Madrasah ini berhasil dibangun tak lepas dari peran seorang perempuan bernama Shoulatun Nisa. Dialah yang menginfakkan hartanya untuk membeli tanah dan membangun gedung. Atas jasanya, Syeh Rahmatullah, memberi nama tempat belajar ini Madrasah Shaulatiyah. “Karena dinisbatkan ke perempuan tadi,” ujar Syeh Majid dalam Bahasa Arab yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia.
Usai selama seribu tahun lebih mencetak para ulama dunia, lokasi Madrasah Shaulatiyah, yang semula berada sepelemparan batu dari Masjidil Haram harus tergusur. Musababnya, perluasan area Masjidil Haram.
“Sampai kemudian datang proyek perluasan Masjidil Haram dan (Madrasah Shaulatiyah) dipindah ke Kakiyah. Ini adalah gedung kedua yang didirikan pada 1320 H saat Perang Dunia pertama, batu pertama diletakkan dengan dihadiri para ulama dan masyaih Makkah, kemudian pembangunan distop karena masih ada perang dunia. Kemudian dilanjutkan pembangunannya dan baru selesai pada 1343 H,” terangnya.