Sepelemparan batu di sebelah barat anak tangga menuju puncak terdapat gubuk kecil yang dibelah jalan setapak. Di sisi kiri terdapat kios milik orang Pakistan yang menjual aneka minuman serta suvenir, sementara di sisi kanan jalan setapak terdapat musala dadakan dengan alas dan atap dari terpal seadanya.
Okezone yang masih memiliki wudlu sejak berangkat dari Kantor PPIH Daker Makkah bersama kru Media Center Haji (MCH) langsung mencari posisi salat begitu adzan selesai berkumandang. Keputusan akhirnya jatuh pada pilihan salat di luar musala dadakan. Antre dengan orang-orang Turki yang salat di sisi utara puncak Jabal Nur.
Selama mengantre, pandangan mata terarah ke bagian kanan atau utara, tampak jajaran rumah-rumah dan masjid dengan lampu jalanan menyala, mirip maket bangunan dari atas sana.
Begitu pula di sisi timur, nun jauh di bawah sana pergerakan kendaraan bisa terpantau dari sorot lampunya. Di sisi selatan, tampak makhluk-makhluk berbaju aneka warna sambung menyambung, ada yang turun dan ada yang berjuang naik di kelokan anak tangga. Sementara di arah barat terlihat menara Zamzam tower dengan warna hijau dan jam raksasanya.
Angin berhembus sepoi-sepoi saat takbiratul ihram terucap dan kedua tangan terangkat ke atas disambung bacaan doa iftitah serta surah Alfatihah. Tetiba suasana serasa begitu sunyi, hanya terdengar suara-suara manusia tak jelas maknanya. Diri ini merasa begitu kecil di atas puncak Jabal Nur beratapkan langit bercahayakan rembulan yang dihiasi bintang-bintang. Ya Allah hambamu bersujud tunduk atas segala kebesaran-Nya.
Kaki lantas melangkah ke arah Gua Hira yang berada di bagian barat puncak Jabal Nur. Lokasinya masih sekira 100 meter dengan kondisi medan menurun tajam. Beruntung sudah ada anak tangga seadanya dari lapisan semen dan para besi. Dari sini manusia yang antre mau masuk ke Gua Hira dan keluar mulai menyemut. Antrean semakin mengular karena ulah oknum-oknum yang tak tertib, main serobot padahal sangat berbahaya jika sampai terjadi benturan dan terjatuh.
Kepadatan manusia semakin menjadi di akses masuk Gua Hira berupa celah batu yang hanya cukup dilalui satu orang. Aksi saling dorong dan serobot pun terjadi, tak jarang disertai teriakan thoriq ya haj, thariq ya haj (kasih jalan wahai haji).
Okezone lantas melambung memilih jalur lain di arah kiri, meski terjal namun relatif sepi karena tak banyak yang berani mengambil jalur yang tembus di atas Gua Hira ini. Subhanallah, dari sini pandangan ke arah Masjidil Haram tampak sangat jelas. Inilah yang menjadi salah satu alasan Rasulullah dulu memilih gua hira untuk ber-uzlah. Konon dari tempat ini dulu Kakbah bisa terlihat jelas, sayang sekarang pandangan sudah terhalang gedung-gedung tinggi di arah barat. Hanya tower Zamzam setinggi 601 meter saja yang terlihat.
Begitu sampai di atas Gua Hira ternyata sudah ada beberapa rekan MCH di sana, Faiz Sumarno dari TV One tampak sibuk mengarahkan lampu sorot kameranya ke arah mulut Gua Hira. Begitu pula Edho Fardianzah dari TVRI yang posisinya berada di bawah, di samping mulut goa bersama Rawan Kurniawan dari TV One. Dari sorot lampu mereka terlihat puluhan orang berdesak-desakan mengantre masuk gua hira.
Saya pun memutuskan turun menyusuri batuan terjal untuk ikut mengantre masuk Gua Hira yang kini tak lagi sunyi. Rasa penasaran tinggal sejengkal lagi untuk sampai tempat di mana Nabi SAW mendapat wahyu pertama surat Al-Alaq 1-5.
Butuh kesabaran lebih ternyata untuk antre di tengah rasa letih setelah mendaki selama sejam ke atas Jabal Nur. Kesabaran juga semakin dibutuhkan lantaran beberapa orang memaksakan salat di dalam Gua Hira sehingga membuat antrean semakin panjang.
Alhamdulillah, akhirnya sampai juga dibagian dalam Gua Hira setelah berkeringat mengantre beberapa saat. Di dalam gua saat itu ada dua lelaki dan satu perempuan berdoa dengan posisi satu orang duduk dan dua orang berdiri membungkuk, saya menjadi orang keempat.
Sempat bingung harus melakukan apa, akhirnya terucap juga salawat serta salam kepada Nabi Muhammad. Lelah tadi terbayar, raga ini tiba di tapak Jibril berabad lalu saat turun menemui Muhammad untuk menyampaikan wahyu kenabian sekaligus menyampaikan Alquran ayat pertama.
(Salman Mardira)