NEW YORK - Debat Capres AS 2016 putaran pertama baru saja berakhir. Di Hofstra University, New York, capres Donald Trump dan Hillary Clinton bertukar visi dan misi berusaha memenangkan hati warga AS untuk memilih mereka.
Analisis pascadebat menunjukkan, Hillary Clinton terlihat lebih siap ketimbang rivalnya. Ia tampil stabil di panggung Debat Capres AS 2016, serta menjawab sebanyak mungkin pertanyaan yang diajukan dan menyampaikan ide-idenya dalam jawaban tersebut.
Kesiapan Hillary beralasan mengingat Debat Capres AS 2016 bisa jadi ditonton massa terbesar yang diraihnya sepanjang kampanye tahun ini. Diperkirakan, lebih dari 100 juta orang menyaksikan acara tersebut, baik secara langsung maupun melalui siaran televisi dan live streaming.
Hillary cukup agresif menyerang Trump terkait berbagai komentarnya tentang perempuan, keraguan Trump atas akta lahir Presiden Barack Obama, kebangkrutan bisnisnya serta berbagai inkonsistensi Trump di banyak isu. Penampilan apik Hillary dalam Debat Capres AS 2016 ini didukung dengan persiapan yang amat hari-hati dan riset mendalam.
Nyatanya, Wall Street Journal, Selasa (27/9/2016) melansir, penampilan ini sudah terukur mengingat Hillary membutuhkan kemenangan dalam Debat Capres AS 2016 putaran pertama tersebut untuk menghentikan penurunan hasil polling dukungannya dalam beberapa minggu terakhir.
Sebaliknya, Donald Trump kesulitan melepaskan citra defensif dalam Debat Capres AS 2016 putaran pertama ini. Hal ini terlihat ketika moderator Lester Holt dan Hillary menekannya dalam berbagai isu seperti praktik bisnis, keengganan Trump merilis daftar pajak dan topik lainnya.
Meski demikian, setelah usaha keras kampanye sepanjang tahun, publik Amerika dapat melihat Trump berusaha meninggalkan dua kesan pada Debat Capres AS 2016 ini. Pertama, ia akan melakukan sesuatu untuk menghentikan sistem outsourcing; dan kedua, Trump menekankan bahwa Hillary adalah politisi masa lalu, sedangkan ia tidak.
(Rifa Nadia Nurfuadah)