YOGYAKARTA - Gubernur Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta Sultan HB X mengingatkan bahwa dialog lintas agama merupakan solusi bagi masalah dan ancaman perpecahan bangsa.
"Setiap perbedaan, bahkan konflik pun, solusinya adalah dialog yang tulus, bukan sikap yang sangar dengan menghunus pedang," kata Sultan saat memberikan sambutan pada acara "Interfaith and Intercultural Dialogue: Strengthening Solidarity, Friendship, and Cooperation through Interfaith and Intercultural Dialogue" di Ambarukmo Plaza, Yogyakarta, Selasa (18/10/2016).
Sultan mengatakan, dialog tidak harus dimaknai kompromi iman, tetapi untuk mewujudkan empati antarumat agama.
Iman seseorang, kata Sultan, haruslah kuat terlebih dahulu agar dapat memulai dialog lintas-agama tanpa prasangka. Sebab dalam dialog, tabir dan benteng perbedaan mesti diubah menjadi jembatan untuk saling memahami dan menghormati.
Menurut Sultan, tradisi keagamaan yang berbeda-beda ibarat warna yang tidak terbatas jumlahnya.
"Merah bukanlah kuning, sama halnya Hinduisme bukanlah Buddhisme. Namun, pada pembatasannya orang tak tahu pasti, di mana merah berakhir, dan kuning dimulai. Justru di sinilah letak esensi keberagamaan kita. Karena itu, perbedaan tidak harus dikompromikan, hanya perlu diberi bingkai toleransi," jelasnya.
Dalam hal ini, lanjut Sultan, masyarakat Indonesia dapat meneladani Bung Karno dalam menengahi konflik ideologis antara tokoh Boedi Oetomo dengan Syarikat Islam yang dipicu oleh tulisan di majalah Jawi Iswara yang dinilai sebagai penistaan agama.