Perdana Menteri Belanda Mark Rutte membantah tudingan itu. Dia menyebut pernyataan Erdogan sebagai penipuan atau pembohongan publik yang keji. “Erdogan semakin histeris seiring jarum jam berputar dari waktu ke waktu, saya ingin dia menenangkan diri,” ejeknya.
Turki marah kepada Belanda karena warga dan menterinya dilarang mengampanyekan referendum Ankara di negara tersebut. Bagi Belanda, itu adalah urusan politik Turki yang tidak sepantasnya digelorakan di negeri orang. Kalau memaksa, jelas sekali Erdogan hanya bermaksud melanggengkan kediktatorannya dengan memenangkan referendum.
Presiden Erdogan mengecam larangan tersebut dan menuding Belanda mempraktikkan paham Nazi. Ketua Partai Keadilan dan Pembangunan Turki itu lantas memanggil pulang duta besarnya di Belanda ke Tanah Air. Hubungan diplomatik tingkat tinggi lainnya dengan Den Haag juga ditangguhkan untuk sementara waktu.
Terkait perang urat syaraf antara Turki dan Belanda, Ketua Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini sudah meminta Istanbul menahan diri. Ia juga menegaskan agar tidak perlu lagi ada pernyataan berlebihan dilontarkan dan tindakan berisiko yang diambil, sehingga memperburuk situasi saat ini.
Sayangnya, peringatan tersebut dianggap angin lalu oleh kedua negara yang berseteru. Turki menyebut keberatan UE sesuatu yang tidak berguna.
(Rifa Nadia Nurfuadah)