“C6 bukan syarat utama memilih. Formulir tersebutkan sifatnya hanya undangan dan memberitahukan kepada pemilih harus ke TPS mana dia mencoblos. Syarat utamanya adalah data diri mereka (nama dan NIK berdasarkan KTP) terdata di Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dipegang KPU dan KPPS,” ungkapnya saat dihubungi Okezone, Senin (27/3/2017).
Sayangnya, para penyelenggara seperti tidak paham. Mereka hanya tahu warga harus bisa tunjukkan C6 dan KTP, kalau tidak ada maka tidak bisa mendapat surat suara. Padahal kevalidan mereka untuk memilih bisa dicek dari situs KPU.
“Tinggal buka saja Sistem Informasi Data Pemilih di situs resmi KPU. Di sana akan tertera nama pemilih yang berdomisili di mana, dan seharusnya memilih di TPS mana. Kalau mereka salah TPS, ya bisa diarahkan ke TPS mana, bukannya langsung ditolak semata karena enggak punya C6,” terangnya.
Akan lain persoalannya jika warga yang bersangkutan merupakan pemilih yang pindah TPS. Bagaimana pun, pemilih ini memang harus bisa menunjukkan formulir model A5 KWK dari Kelurahan. Tujuannya jelas, demi menghindari penggelembungan suara dan terdaftarnya pemilih ganda.
“Paling baik, seperti yang terjadi di Tebet pada Februari lalu, ada warga yang sakit tak bisa keluar rumah, penyelenggara di TPS-nya mendatangi ke rumahnya. Kotak suara dibawa, prosesnya didampingi tim pengawas pemilu dan para saksi,” katanya mencontohkan agar tidak ada pemilih yang kehilangan hak berpolitiknya.
(Awaludin)