"Selama menjadi gurunya, saya melihat Shakya selalu ingin belajar hal baru dan tertarik untuk menggambar, melukis, menenun, dan memasak. Ia juga mengajari saya banyak hal," terang Laxmi.
Kelompok aktivis hak asasi manusia, termasuk Pusat Rehabilitasi Wanita Nepal (WOREC), telah mengutuk tradisi Kumari yang dianggap merampas hak anak. Namun, pada 2008, Mahkamah Agung menilai jika Kumari bukan sebuah tindakan mempekerjakan anak secara paksa.
Meski Mahkamah Agung Nepal menolak tuntutan para aktivis, mereka kemudian mengeluarkan aturan wajib bagi Kumari untuk mendapat pendidikan. Seorang mantan Kumari bernama Rushmila menerbitkan sebuah memoar pada 1990an yang menggambarkan tentang sulitnya mantan dewi untuk kembali ke kehidupan normal.
(Rufki Ade Vinanda)