Pada November 1945, Daan Mogot bersama rekan-rekannya mendirikan Militaire Academie Tangerang (MAT). Saat itu bahkan ia masih berusia 17 tahun. Langkah ini ditanggapi diapresiasi Markas Besar Tentara (MBT), dan pada 18 November 1945 dan Daan Mogot pun dilantik sebagai direktur.
Kisah pertempuran sengit Daan Mogot pun terjadi setelah itu. Pada 24 Januari 1946, didapat kabar Belanda dan Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) menduduki Parung dan akan merebut depot senjata tentara Jepang di Lengkong, Tangerang Selatan, Banten. Dikarenakan bisa mengancam kedudukan Resimen IV Tangerang dan Akademi Militer Tangerang, Mayor Daan Yahya segera memanggil Mayor Daan Mogot dan Mayor Wibowo selaku perwira penghubung yang diperbantukan di Resimen IV Tangerang untuk melakukan pengamanan.
Keesokannya mereka berangkat bersama 70 kadet MAT dan sejumlah perwira yakni Mayor Wibowo, Lettu Soebianto Djojohadikoesoemo, dan Lettu Soetopo. Strategi ini dilakukan untuk mendahului jangan sampai senjata tentara Jepang yang sudah menyerah tidak jatuh ke tangan Belanda.
(Baca: Heroisme Pahlawan KH Noer Ali Hantam Sekutu di Pondok Ungu)