JAKARTA - Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta resmi menjatuhkan pidana sembilan tahun penjara terhadap Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Musa Zainuddin.
Bukan hanya itu, Hakim juga mewajibkan Musa untuk membayar denda sebesar Rp500 juta, yang apabila tidak dilunasi maka akan diganti dengan hukuman tiga bulan kurungan.
"Mengadili, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Ketua majelis hakim Mas'ud saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (15/11/2017).
(Baca: Terima Suap Proyek Jalan Kementerian PUPR, Politikus PKB Dituntut 12 Tahun Penjara)
Anggota Komisi V DPR tersebut terbukti bersalah karena terlibat dalam perkara suap proyek pembangunan dan peningkatan jalan milik KemenPUPR, di Maluku dan Maluku Utara.
Dalam pertimbangan, majelis hakim menilai perbuatan Musa tidak mendukung pemerintah yang sedang gencar memberantas korupsi. Selain itu, Musa juga tidak memberikan contoh yang baik sebagai anggota DPR.
"Terdakwa juga memberikan keterangan secara berbelit-belit dan tidak mau berterus-terang," tambah Hakim Mas'ud.
Ditambah, menurut Hakim, perbuatan Musa membuktikan bahwa check and balances antara legislatif dan eksekutif tidak berjalan secara efektif. Musa juga disebut belum mengembalikan uang hasil korupsinya.
Sebelumnya, Musa Zainuddin dituntut hukuman 12 tahun penjara oleh Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain dituntut 12 tahun penjara, Musa juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp1 miliar.
Politikus PKB tersebut terbukti telah menerima suap sebesar Rp7 miliar terkait proyek pembangunan jalan dibawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) di Maluku dan Maluku Utara.
Adapun, uang Rp7 miliar tersebut merupakan suap yang diberikan oleh Direktur Utama (Dirut) PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir yang diduga untuk mengusulkan program tambahan belanja prioritas optimalisasi dalam bentuk pembangunan infrastruktur.
Atas perbuatannya, Musa terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Ulung Tranggana)