SEMARANG - Wakil Gubernur Jawa Tengah Heru Sudjatmoko mendukung ‘Gerakan Stop Perkawinan Anak’ sebagai upaya untuk salah satunya menekan angka kematian ibu. Apalagi, BKKBN Jawa Tengah mencatat pada 2016 dan tercatat 358 kasus kematian dalam 100.000 kelahiran bayi.
“Kasus kematian ibu dan anak yang sangat tinggi akibat perkawinan di usia anak di Jawa Tengah ini harus segera kita tanggapi secara serius. Hari ini mari kita bergerak bersama mencegah dan menolak perkawinan anak terutama di Jawa Tengah,” tutur Heru, Senin 20 Nopember 2017.
Data BKKBN juga mencatat, pada 2016 terdapat 3.876 kasus perkawinan anak di Jateng, dengan menempatkan Kabupaten Brebes sebagai peringkat pertama. Untuk mencegah perkawinan anak, pihaknya akan mencanangkan beberapa program sosialisasi dan bekerjasama dengan lembaga terkait.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KPPPA), menginisiasi 'Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak'. Acara itu dihadiri Ketua Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah Siti Atiqoh Ganjar Pranowo dan Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak KPPPA, Lenny N Rosalin.
Lenny menyebutkan, dalam skala nasional angka perkawinan anak masih banyak terjadi di Indonesia. Sebanyak satu dari sembilan anak perempuan menikah di usia anak, atau sekira 375 anak perempuan menikah setiap harinya (Data Susenas 2016).
“Komitmen negara untuk menghentikan praktik perkawinan anak harus dilakukan sebagai upaya dalam menjamin perlindungan anak. Negara menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi termasuk dari praktik perkawinan anak," ujar Lenny.
Semarang merupakan kota kedua setelah Indramayu, Jawa Barat, pada 18 November 2017. Kegiatan ini melibatkan 11 kementerian/lembaga dan lebih dari 30 organisasi/lembaga masyarakat yang bergerak dibidang pendampingan anak dan perempuan.
Deklarasi Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak ini diluncurkan pertama kali oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembesi, pada 3 November 2017 di Jakarta sebagaimana diamanatkan Pasal 72 UU 35/2014.
Gerakan ini akan dilakukan sepanjang November-Desember. Setelah Jawa Barat, kemudian Jawa Tengah, selanjutnya akan dilaksanakan di Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan terakhir di NTB.
(Ulung Tranggana)