Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Cabut Larangan Nikah Sekantor, Putusan MK Picu Kontroversi

Koran SINDO , Jurnalis-Jum'at, 15 Desember 2017 |08:38 WIB
Cabut Larangan Nikah Sekantor, Putusan MK Picu Kontroversi
ilustrasi
A
A
A

Bertentangan dengan UUD 1945

Pada putusannya MK juga menyatakan frasa “kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja sama” dalam Pasal 153 Ayat 1 huruf (f) UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. “Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya,” tutur Arief.

Dalam pertimbangan hukumnya, MK berpendapat bahwa hak konstitusional yang terkandung di dalam Pasal 28D Ayat 2 UUD 1945 adalah bagian dari hak asasi manusia yang tergolong dalam hak-hak ekonomi, sosial, dan kebudayaan. Hal ini berbeda dengan pemenuhan terhadap hak asasi manusia yang tergolong dalam hak sipil dan politik yang pemenuhannya dilakukan dengan sedikit mungkin campur tangan ne gara, bahkan dalam batas ter tentu negara tidak boleh cam pur tangan. Mahkamah juga menga ta kan bahwa hak atas pekerjaan adalah berkaitan dengan hak kesejahteraan.

Dan UU 39 Tahun 1999 mempertegas ke tentuan yang terdapat di dalam Pasal 28D ayat 2 UUD 1945 bahwa setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang layak dan Pasal 2 mengatur setiap orang berhak dengan bebas memilihpekerjaanyangdisukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil. “Ketentuan ini sejalan dengan Pasal 6 ayat 1 International Convenant on Economic, Social and Cultural Rights yang telah diratifikasi dengan UU 11/2015,” lanjut Aswanto.

Dalam pertimbangan lain, MK menyatakan tidak sependapat dengan dalil yang di sampaikan pihak Presiden maupun Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang mendasarkan pada doktrin pacta sunt servanda dengan menghubungkan Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan, “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan UU berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan tersebut dapat ditarik kembali dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan yang ditentukan UU dan harus dilaksanakan dengan itikad baik .

“MK menganggap argumentasi demikian tidak selalu relevan untuk diterapkan tanpa memperhatikan keseimbangan kedudukan para pihak yang membuat persetujuan tersebut, ketika persetujuan itu dibuat. Dalam hal ini jelas bahwa antara pengusaha dan pekerja berada dalam posisi yang tidak seimbang dan filosofi kebebasan berkontrak yang merupakan syarat sahnya perjanjian menjadi tidak sepenuhnyaterpe nuhi,” ujar Aswanto.

Mahkamah juga tidak sependapat dengan dalil yang disampaikan PT PLN Persero maupun Apindo yang beralasan aturan pelarangan pernikahan satu kantor untuk menghindari terjadi hal-hal negatif seperti potensi timbulnya konflik kepentingan dalam pengambilan keputusan serta membangun kondisi kerja yang baik, profesional, dan berkeadilan. Menurut MK, alasan demikian tidak memenuhi syarat pembatasan konstitusional yang termuat dalam Pasal 28J Ayat 2 UUD 1945.

Salah seorang pemohon, Jhoni Boetja, menyambut baik putusan MK yang mengabulkan permohonan yang diajukannya.

Dia berharap dihapusnya frasa “kecuali” dapat menghilangkan potensi PHK bagi pekerja dikarenakan adanya hubungan perkawinan atau pertalian darah. “Karena frasa kecuali itu sangat berbahaya bagi perusahaan negara atau pun swasta. Kalau tidak dihilangkan akan terjadi PHK besarbesaran,” ujar Boetja.

Menurut Boetja, awal pihaknya mengajukan uji materi ke MK adalah lantaran keprihatinan di-PHK-nya 300 lebih karyawan karena alasan menikah satu kantor. Dia berharap keluarnya putusan MK ini dapat merehabilitasi status karyawan yang sebelumnya mengalami PHK. “Kami akan mencoba kemanajemen untuk mempekerjakan kembali. Apakah ada yang mau bicara, akan kita advokasi,” ucap Boetja.

(Angkasa Yudhistira)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement