JAKARTA - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memberikan penjelasan terkait rencana pemerintah untuk mengatur pengumpulan zakat yang berasal dari pemotongan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) yang belakangan menjadi pertanyaan banyak pihak.
Lukman mengatakan, maksud pemerintah dalam hal itu adalah upaya untuk memfasilitasi pengumpulan zakat dari ASN muslim agar menjadi lebih optimal.
"Kami ingin memberikan latar belakang bahwa sebenarnya yang sedang ingin dilakukan (pemerintah) agar dana zakat ini bisa dioptimalkan dengan baik penghimpunannya maupun pemanfaatannya dari ASN yang tentu agama Islam," kata dia di Kantor Kemenag, Jakarta Pusat, Rabu, (7/2/2018).
Yang perlu digaris bawahi, kata Dia, tidak ada kata kewajiban disitu tapi yang ada adalah pemerintah memfasilitasi ASN muslim untuk menunaikan kewajiban sebagai muslim mengeluarkan sebagian penghasilannya untuk bayar zakat.
"Ini analoginya sama saja seperti Kemenag menyelenggarakan ibadah haji. Jadi yang mewajibkan haji bukan pemerintah tapi wajib itu kewajiban agama tapi pemerintah memfasilitasi sebagaian warga muslim ingin berhaji, sama juga seperti zakat," terangnya.
(Baca juga: Menteri Lukman Akan Klarifikasi Wacana Pemotongan Gaji PNS untuk Zakat)
Prinsip dasar pertama, sambung Lukman, ini sifatnya fasilitasi negara sehingga tidak ada kewajiban dan paksaan. Oleh karenanya bagi ASN muslim yang keberatan penghasilannya disisihkan sebagian sebagai zakat, dia bisa menyatakan keberatannya itu secara tertulis. Nantinya kata Lukman setiap ASN Islam yang akan dikenai zakat harus menyatakan ketersediaannya.
"Jadi ada akad, tidak semena-mena pemerintah memotong tanpa persetujuan dari ASN yang bersangkutan. Ini bagi ASN muslim pemerintah merasa perlu memfasilitasinya kewajiban menunaikan zakat dari penghasilan dimiliki," ungkapnya.
Selain itu, tambahnya, ada pertanyaan bagaimana kalau belum sampai nisabnya kemudian pemerintah langsung memotong, tentu kata Lukman pemerintah bersama dengan pihak-pihak yang akan ditunjuk sebagai pengelola zakat berdasarkan ajaran agama karena zakat ini penunaian ajaran agama.
"Tentu tidak boleh bertentangan dgn ajaran agama. Dan terkait dengan zakat tentu harus memenuhi nishab dan haul. Nishab batas minimal jumlah penghasilan yang wajib di zakati," tegasnya.
(Baca juga: Terkait Gaji PNS Dipotong untuk Zakat, DPR: Pemerintah Tidak Memiliki Kewenangan)
Artinya, lanjut Lukman, bagi ASN yang penghasilannya tidak sampai batas minimal nishab tentu tidak wajib mengeluarkan zakatnya.
"Jadi ada batas minimal nisab penghasilan yang menjadi tolak ukur berapa yang dikenakan zakat. Artinya ini tidak berlaku seluruh ASN muslim. Nanti amil zakat pengelola zakat akan melihat gajinya secara utuh satu tahun dibagi perbulan apakah mencapai nisab," terangnya.
"Nizhab itu sendiri sebagaimana dalam ketentuan Baznas berdasarkan fatwa MUI nilainya sekitar dengan equivalen harga emas 85 gram per bulan sekitar Rp4 juta sekian lah. Mereka penghasilan dibawah itu tidak kena," paparnya.
Namun, Lukman mengungkapkan bahwa pengaturan dana zakat dari ASN Islam tersebut masih sebatas rancangan dan wacana belum masuk sebagai ketentuan.
(Awaludin)