Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Belajar Arti Pancasila dari Desa Tiga Agama di Lamongan

Avirista Midaada , Jurnalis-Jum'at, 01 Juni 2018 |12:26 WIB
Belajar Arti Pancasila dari Desa Tiga Agama di Lamongan
Desa Balun di Lamongan memelihara perdamaian dalam bingkai toleransi (Foto: Avirista/Okezone)
A
A
A

LAMONGAN - Belasan anak kecil dan remaja terlihat bermain layang - layang di sebuah lapangan di SD Balun Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan pada sore hari. Sebagian yang lain tampak asyik bermain layang - layang di lapangan desa setempat.

Sepintas memang pemandangan tersebut tak ada yang berbeda, tapi mereka ternyata memiliki perbedaan yang bagi sebagian besar orang dianggap sensitif.

Ya belasan dari mereka yang bermain, berasal dari keyakinan agama yang berbeda, Islam, Kristen, dan Hindu. Mereka tampak tak canggung berinteraksi satu sama lainnya. Itulah yang menjadi sebagian kecil potret kehidupan bersama masyarakat Desa Balun yang dinobatkan sebagai 'Desa Pancasila' karena keberagaman masyarakatnya.

Desa Balun, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan terletak kurang lebih 1 kilometer dari Jalan Raya Babat - Surabaya tepatnya pada pertigaan sebelum RS Muhammadiyah Lamongan belok ke utara.

Desa yang memiliki sekitar 4.600 warga ini 75 persen warganya adalah penganut Islam, 18 persen pemeluk agama Kristen dengan jumlah 672 jiwa dan sisanya menjadi bagian dari agama Hindu sebanyak 315 jiwa.

Ketiga agama tersebut hidup rukun berdampingan, bahkan ketiga tempat ibadah mereka berdekat. Masjid Miftakhul Huda yang menjadi tempat ibadah umat Islam berdiri menghadap lapangan sepakbola, di seberang lapangan sepakbola desa setempat berdiri Gereja Kristen Jawi (GKJ) Desa Balun. Bahkan tepat di belakang masjid tersebut, sebuah pura yang menjadi tempat ibadah umat Hindu warga Desa Balun dan sekitarnya.

Kepala Desa Balun Khusyairi mengungkapkan suasana kebersamaan dan toleransi para warga desa sudah ada jauh sebelum dirinya menjabat kepala desa.

"Sama dengan daerah lain, agama di sini juga berkembang turun-temurun. Ada yang memeluk Islam, Kristen dan juga Hindu," ujar Khusyairi saat ditemui okezone di rumahnya.

Bahkan saat suasana panas pasca bom Surabaya, suasana pedesaan tampak tetap kondusif. Terlebih momentum saat puasa seperti saat ini, suasana toleransi begitu tinggi.

"Jangan harap yang non-islam akan terlihat merokok atau makan di luar saat seperti ini. Merokok saja tidak apalagi kok makan. Intinya ya mengerti-lah kalau saudara Muslim sedang puasa," tambahnya.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement