Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Gedung Balai Kota DKI, 2 Rumah yang Disatukan untuk Jadi Pusat Pemerintahan

Fadel Prayoga , Jurnalis-Jum'at, 22 Juni 2018 |08:39 WIB
Gedung Balai Kota DKI, 2 Rumah yang Disatukan untuk Jadi Pusat Pemerintahan
Gedung Balai Kota Jakarta
A
A
A

JAKARTA - Gedung Balai Kota DKI Jakarta yang berlokasi di Jalan Merdeka Selatan Nomor 8-9, Jakarta Pusat, memiliki cerita tersendiri. Di balik megahnya gedung bernuansa putih itu, tersimpan kisah sejarah yang menarik untuk diulas.

Gedung utama Balai Kota terdiri atas beberapa ruangan. Di bagian depan terdapat pendopo, lalu ruang tunggu tamu gubernur, ruang tamu gubernur, ruang keja gubernur, ruang makan, ruang rapim, Balairung dan Balai Agung.

Bangunan dari peninggalan Belanda itu merupakan pusat pemerintahan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. ‎Mungkin tak banyak yang tahu kalau dahulu kala gedung No.8 itu merupakan lokasi kediaman Residen Jawa Barat.

Sedangkan bangunan No.9 dipergunakan untuk Gemeentehuis Batavia dan rumah kediaman Burgemeester. Tempat itu menjadi Balai Kota sepenuhnya ketika Burgemeester dibuatkan rumah di samping Bisschopplein pada 1926 (sekarang Jl. Suropati No. 7, Jakarta Pusat yang dijadikan rumah dinas Gubernur DKI). Kemudian di tahun yang sama berganti nama menjadi Stad Gemeentehuis Batavia hingga masa penjajahan Jepang (1942-1945).

Di masa pendudukan Jepang gedung itu kembali berganti nama menjadi DJakarta Tokubetsusi dengan kepala pemerintahannya disebut Sityoo. Setelah Indonesia Merdeka, nama bangunan itu kembali berubah, yakni Balai Agung Pemerintahan Nasional Kota Djakarta.

Disadur dari Jakarta.go.id, Pada 21 Juli 1947, gedung pemerintah itu kembali mengalami pergolakan. Tak hanya perubahan nama, pemerintahan di Jakarta pun tidak dapat berjalan. Wali Kota Soewirjo beserta para pejabat Jakarta ditangkap dan diusir oleh pemerintahan Belanda yang saat itu belum mengakui Kemerdekaan Indonesia, pada 17 Agustus 1945.

Setelah perundingan yang panjang antara Republik Indonesia dan pemerintah Belanda, akhirnya negeri kincir angin itu mengakui kemerdekaan Tanah Air pada 27 Desember 1949. Pada 31 Maret 1950, Soewirjo kembali diangkat menjadi walikota dan Kota Jakarta berkedudukan sebagai Kotapraja Djakarta.

Berjalannya Roda Pemerintahan

Sekira tahun 1954, masa pemerintahan walikota Soewirjo mulai berjalan. Beliau mengembangkan wilayah Balai Kota dengan membangun Gedung Kantor Komisaris Tinggi Kerajaan Belanda yang berada tepat di sebelah Gedung Balai Kota juga dijadikan sebagai kantor pemerintahan.

Gedung itu digunakan sebagai kantor pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Rojong. Kantor Komisaris Tinggi Kerajaan Belanda pun dipindahkan ke Jalan Medan Merdeka Barat sebagai penggantinya.

Pada 1960, era kepemimpinan Walikota Sumarno, Kota Jakarta memperoleh kedudukan spesial menjadi tingkatannya setara dengan Daerah Swantantra Tingkat I. ‎Nama Pemerintah Kotapraja Djakarta Raja pun diubah menjadi Pemerintah Daerah Chusus Ibu Kota (DCI) Djakarta.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement