JAKARTA - Vonis penjara 18 bulan yang menimpa Meiliana yang protes kerasnya suara azan menjadi pro kontra di sejumlah kalangan, tak terkecuali di PB Nahdlatul Ulama.
Ketua PBNU bidang Hukum, Ham dan Perundang-Undangan Robikin Emhas berpendapat, protes akan suara azan yang keras bukanlah bentuk penistaan agama. Karena itu Robikin berharap agar penegak hukum khusunya pihak kepolisian tidak menjadikan masalah tersebut sebagai delik penodaan agama karena itu merupakan hak seseorang dalam menyatakan pendapat.
“Saya berharap penegak hukum tidak menjadikan delik penodaan agama sebagai instrumen untuk memberangus hak menyatakan pendapat,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis, (23/8/2018).
Selanjutnya, ia merujuk pada Pasal 156 KUHP yang berbunyi, "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500".

(Baca Juga: Keberatan dengan Suara Azan, Perempuan Tanjungbalai Divonis 18 Bulan Bui)
Sedangkan isi Pasal 156a KUHP adalah, "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia".