Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Bagaimana Facebook 'Meluaskan Kebencian' terhadap Warga Muslim Rohingya di Myanmar

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Sabtu, 15 September 2018 |11:54 WIB
Bagaimana Facebook 'Meluaskan Kebencian' terhadap Warga Muslim Rohingya di Myanmar
Foto: Getty Images
A
A
A

Pada tahun 2013, pembuat film dokumenter dari Australia, Aela Callan menyampaikan kekhawatiran yang sama kepada manajer senior Facebook. Satu tahun kemudian, mahasiswa S3, Matt Schissler beberapa kali menghubungi sejumlah pegawai perusahaan itu dan pada akhirnya sejumlah posting dicabut.

Dan di tahun 2015, wiraswastawan TI, David Madden mengunjungi markas Facebook di California, AS untuk menjelaskan kepada beberapa manajer tentang bagaimana platform tersebut dipakai untuk memicu kebencian di Myanmar.

"Mereka sudah diperingatkan beberapa kali," kata Madden kepada Reuters. "Hal ini sudah dijelaskan dengan sangat baik dan mereka tetap tidak mengambil berbagai langkah yang sebenarnya diperlukan."

Akun dicabut

Facebook tidak menjawab permintaan pemberian komentar terkait berita ini.

Sejak tahun lalu, perusahaan tersebut telah bertindak. Pada bulan Agustus, Facebook mencabut 18 akun dan 52 halaman terkait dengan sejumlah pejabat Myanmar.

Satu akun di Instragram, yang dimiliki Facebook, juga ditutup.

Foto: Facebook Screengrab

Perusahaan tersebut menyatakan "ditemukan bukti bahwa banyak orang dan organisasi melakukan atau menunjang pelanggaran hak asasi manusia serius di negara itu."

Akun dan halaman mereka diikuti hampir 12 juta orang.

Permulaan bulan Januari tahun ini, Facebook juga menutup akun Ashin Wirathu, seorang biarawan radikal yang terkenal karena pidato penuh kemarahannya yang menimbulkan ketakutan terhadap Muslim.

'Terlalu lambat'

Lewat pernyataannya, Facebook mengakui bahwa di Myanmar mereka memang "terlalu lambat dalam mencegah informasi tidak tepat dan kebencian" , dan menyadari negara-negara yang baru di intenet dan media sosial rentan terhadap penyebaran kebencian.

Pembicaraan tentang ujaran kebencian di platfrom tersebut muncul pada permulaan bulan September, ketika pimpinan Facebook, Sheryl Sandberg, memberikan kesaksian di depan dewan Senat AS.

"Kebencian bertentangan dengan kebijakan kami dan kami mengambil tindakan keras dengan mencabutnya. Kami juga menerbitkan secara terbuka terkait dengan apa yang kami maksudkan sebagai ujaran kebencian," katanya. "Kami sangat memperhatikan hak sipil."

Ketika pimpinan Facebook, Mark Zuckerberg muncul di depan Kongres pada bulan April, dia ditanyakan secara khusus terkait dengan berbagai kejadian di Myanmar, dan dia mengatakan, selain meningkatkan pegawai penutur bahasa Burma, perusahaan tersebut juga bekerja dengan kelompok setempat guna mengidentifikasi "tokoh pengujar kebencian" dan membentuk kelompok yang membantu mengidentifikasi masalah yang sama di Myanmar atau negara-negara lain di masa depan.

Elizabeth Mearns dari BBC Media Action, meyakini sementara peran Facebook di Myanmar saat ini diselidiki, keadaan ini hanyalah satu contoh dari masalah yang lebih luas.

"Kami sekarang benar-benar berada di keadaan dimana isi media sosial langsung mempengaruhi kehidupan sehari-hari orang. Ini mempengaruhi cara orang memberikan suara. Ini mempengaruhi cara orang bergaul, dan ini menciptakan kekerasan dan konflik," katanya.

"Masyarakat dunia sekarang memahaminya, saya pikir, bahwa kita perlu meningkatkan pemahaman teknologi. Dan memahami apa yang terjadi di media sosial di negaranya atau di negara-negara lain."

Laporan Anisa Subedar

Blog oleh Mike Wendling

(Qur'anul Hidayat)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement