JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang membuka penyelidikan baru terkait kasus megakorupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap obligor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
Sebagaimana hal tersebut terungkap dari jawaban KPK terhadap gugatan praperadilan kasus korupsi penerbitan SKL BLBI yang diajukan LSM Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI). Di mana, gugatan tersebut sedang bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Untuk pengembangan BLBI, sekitar 20 orang telah dimintakan keterangan sampai saat ini. Kami mempelajari juga fakta persidangan dan pertimbangan hakim di putusan dengan terdakwa SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung)," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (2/10/2018).
KPK sendiri memang sudah beberapa kali memeriksa saksi-saksi untuk penyelidikan baru kasus korupsi penerbitan SKL BLBI ini. Sejumlah saksi yang telah diperiksa untuk penyelidikan baru tersebut yakni, Dorodjatun Kuntjoro Jakti dan Putu Gede Ary Suta.
Namun, saat ini, Febri masih enggan mengungkap terang siapa nama sosok yang sedang diselidiki tersebut. KPK baru akan mengumumkan nama tersangka baru di kasus korupsi SKL BLBI ini setelah memiliki kecukupan alat bukti.
(Baca Juga: Eks Kepala BPPN Ajukan Banding atas Vonis 13 Tahun Penjara)
Sejalan dengan itu, Febri menegaskan, ada atau tidaknya gugatan praperadilan, KPK telah berkomitmen menuntaskan kasus BLBI ini. Terlebih, setelah adanya putusan terhadap terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Setelah terdakwa pertama divonis di Pengadilan Tipikor, tentu kami mendalami peran pihak lain dari pertimbangan hakim, fakta persidangan yang sudah muncul, dan permintaan keterangan pada pihak lain yang terkait," terang Febri.
Dalam perkara ini, majelis hakim tipikor Jakarta telah menjatuhkan hukuman 13 tahun penjara terhadap Syafruddin Arsyad Temenggung. Selain itu, Syafruddin juga diganjar denda sebesar Rp700 juta subsidair tiga bulan kurungan.

Majelis hakim meyakini Syafruddin terbukti bersalah karena perbuatannya melawan hukum. Dimana, menurut hakim, Syafruddin telah melakukan penghapusbukuan secara sepihak terhadap utang pemilik saham BDNI tahun 2004.
Padahal, dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, tidak ada perintah dari Presiden Megawati Soekarnoputri untuk menghapusbukukan utang tersebut.
Dalam analisis yuridis, hakim juga berpandangan bahwa Syafruddin telah menandatangi surat pemenuhan kewajiban membayar utang terhadap obligor BDNI, Sjamsul Nursalim. Padahal, Sjamsul belum membayar kekurangan aset para petambak.
Syafruddin juga terbukti telah menerbitkan SKL BLBI kepada Sjamsul Nursalim. Penerbitan SKL BLBI itu menyebabkan negara kehilangan hak untuk menagih utang Sjamsul sebesar Rp4,58 triliun.
Syafruddin pun tidak terima terhadap putusan tersebut. Pihak Syafruddin saat ini sedang mengupayakan banding di tingkat Pengadilan Tinggi DKI.
(Arief Setyadi )