Komnas Perempuan menggarisbawahi adanya ketidaksetaraan perlindungan hukum yang berdampak pada akses keadilan Baiq Nuril karena UU ITE dibuat untuk menjawab tantangan digunakannya teknologi untuk melakukan kejahatan, sementara ketika Baiq Nuril menggunakan teknologi untuk membela diri dari kejahatan yang paling sulit dibuktikan dalam sistem hukum Indonesia, yaitu kejahatan seksual lewat kekerasan verbal, ia justru dijerat dengan UU ITE.
ILawNet Serukan Pemerintah dan DPR Segera Revisi UU ITE
Hal senada disampaikan Internet Lawyer Network (ILawNet) yang beranggotakan sejumlah pengacara dan lembaga bantuan hukum, yang secara lebih jauh menilai kasus ini kembali menegaskan adanya persoalan dalam UU ITE yang akhirnya justru membungkam korban.
Selain kasus Baiq Nuril, mereka juga merujuk kasus Prita Mulyasari yang dipidana karena menyampaikan keluhan terhadap pelayanan RS Omni di Tangerang dan kasus Wisniati yang dipidana karena dinilai melakukan percakapan yang dinilai asusila melalui media sosial. Oleh karena itu ILawNet menyerukan pemerintah dan DPR untuk segera merevisi UU ITE, khususnya pasal-pasal karet yang terkait kebebasan berekspresi.
Sudah 300 Orang Jadi Korban, PAKU ITE Desak Pemerintah Cabut UU ITE
Ketua Paguyuban Korban UU ITE (PAKU ITE) Mohammad Arsyad juga menyerukan hal yang sama.
“UU ITE yang diberlakukan pada tahun 2008 ini harus dicabut karena jika masih ada, tindak kriminalisasi terhadap warga masyarakat masih akan terus terjadi. Hari ini menjerat Ibu Baiq Nuril, lima tahun lalu menjerat saya, delapan tahun lalu menjerat Ibu Prita; bukan tidak mungkin besok, minggu depan, bulan depan atau tahun depan menjerat Anda karena menyampaikan keluhan atau kritik atau curhat terhadap orang atau pihak lain,” katanya.
“Hingga hari ini sudah 300 orang lebih jadi korban. Pemerintah yang tetap mempertahankan UU ITE ini adalah pemerintah anti-kritik. Bagaimana bisa mengajak masyarakat berperan serta mengawasi layanan publik misalnya, jika hal-hal yang kita share ke media sosial lalu dianggap sebagai pencemaran nama baik?” ujar Arsyad, aktivis anti-korupsi yang juga pernah dijerat UU ITE karena disangka mencemarkan nama baik politikus Golkar Nurdin Halid lewat statusnya di Blackberry Messenger pada 2013.
Arsyad sempat ditahan 103 hari di rutan Makassar, meski tidak pernah dikenai tuntutan resmi apapun.
SAFEnet Minta Jaksa Agung Tunda Eksekusi Baiq Nuril
Sementara Southeast Asia Freedom of Expression Network SAFEnet, organisasi masyarakat sipil yang memperjuangkan hak-hak digital warga di Asia Tenggara, meminta Jaksa Agung menunda perintah eksekusi putusan MA hingga proses “Pengajuan Kembali” (PK) selesai diproses dan menyerukan kepada Presiden Joko Widodo untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril.
(Baca Juga : Baiq Nuril Jatuh Pingsan saat Ikut Aksi #SaveNuril)
Menurut rencana sejumlah aktivis perempuan dan pakar hukum akan datang ke Istana Senin ini (19/11) untuk menyampaikan secara langsung permohonan kepada Presiden Joko Widodo agar memberikan amnesti kepada Baiq Nuril.
(Baca Juga : Komisi III Sarankan Baiq Nuril Lapor Balik jika Merasa Jadi Korban Pelecehan)
(Erha Aprili Ramadhoni)