Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Mengapa Orang Sudan Lebih Memilih Simpan Uang di Bawah Kasur daripada Bank?

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Senin, 14 Januari 2019 |08:02 WIB
Mengapa Orang Sudan Lebih Memilih Simpan Uang di Bawah Kasur daripada Bank?
Unjuk rasa antipemerintah mulai pada bulan Desember terkait dengan peningkatan harga roti. (Reuters)
A
A
A

LEWAT rangkaian surat dari wartawan Afrika, Zeinab Mohammed Salih kali ini mengkaji siapa di balik serangkaian protes di Sudan yang mengancam kekuasaan Presiden Omar al-Bashir yang telah berlangsung selama 30 tahun.

Berikut tulisan selengkapnya yang ditulis oleh Zeinab Mohammed Salih:

Banyak orang di Sudan sekarang lebih suka menyimpan uang mereka di bawah kasur daripada di bank.

Jika penduduk menabung di bank, dananya akan sulit diambil dari ATM karena sering kali kosong.

Pada anjungan pengambilan uang yang dananya masih ada, sering kali terjadi antrean panjang di ibu kota, Khartoum.

Warga juga antre untuk mendapatkan roti.

Saat kembali dari tempat kerja pada larut malam, sering kali saya harus menunggu selama satu jam antri di toko roti sebelum diberitahu makanan tersebut sudah habis.

Makanan lain menjadi mahal harganya bagi kebanyakan orang di ibu kota.

Kacang fava atau fuul dipandang sebagai makanan pokok di sini dan dapat ditemukan di setiap toko. Tetapi toko yang paling dekat tempat tinggal saya sekarang telah berhenti menjualnya karena kebanyakan orang tidak mampu membelinya, kata pemiliknya.

Kebanyakan orang terlihat lebih kurus, setelah saya kembali ke Sudan pasca enam bulan tinggal di Amerika Serikat, kata wartawan Zeinab.

Pemotongan subsidi

Berbagai masalah bersumber dari usaha pemerintah untuk mencegah ambruknya ekonomi lewat langkah penghematan darurat dan devaluasi mata uang secara drastis.

Pada bulan Desember satu dolar Amerika (Rp14.000) sama dengan 76 pound Sudan di pasar gelap, sementara enam bulan lalu nilainya adalah kurang dari 40 pound Sudan.

Harga-harga juga melonjak. Tingkat inflasi tahunan mencapai 68% pada bulan November dibandingkan setahun lalu yang setinggi 25%.

Sebagai bagian dari penghematan, pemerintah mengurangi subsidi bahan bakar dan roti sehingga menimbulkan peningkatan harga barang kebutuhan pokok.

Peningkatan harga roti pada bulan lalu memicu serangkaian unjuk rasa massal, yang masih berlanjut. Protes dimulai di kota Atbara pada tanggal 19 Desember ketika markas partai yang berkuasa National Congress Party (NCP) dibakar.

Warga sering kali harus antre berjam-jam untuk mendapatkan roti. (AFP)

Mirip Arab Spring, pergolakan di Arab

Aksi itu menjadi unjuk rasa menuntut diakhirinya kekuasaan Presiden Omar al-Bashir.

Pemrotes, yang menggunakan slogan Arab Spring, meneriakkan, "Rakyat menginginkan rezim diturunkan."

Unjuk rasa di Khartoum adalah yang terbesar sejak Presiden Bashir mulai berkuasa pada tahun 1989 lewat kudeta militer yang didukung kelompok berhaluan Islam.

Para pejabat mengatakan 19 orang tewas karena pasuka keamanan berusaha meredam protes, tetapi organisasi hak asasi manusia Amnesty International menyatakan pihaknya memiliki laporan yang dapat dipertanggungjawabkan bahwa 37 pengunjuk rasa terbunuh.

Banyak warga dari kelompok oposisi ditangkap dan para wartawan ditahan dan dilecehkan karena meliput unjuk rasa.

Hal ini meningkatkan tekanan terhadap presiden yang telah berumur 75 tahun, yang oleh warga dikatakan terlihat lelah dan agak kebingungan saat berbicara dengan pejabat tinggi polisi seminggu lalu.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement