Dibutuhkan kehati-hatian dan ketelitian yang ekstra untuk menyelamatkan ‘harta karun’ yang akan memperkaya khasanah nilai-nilai budaya di Situs Sangiran itu.
“Kami tertantang menyelamatkan temuan ini sampai ke laboratorium dengan meminimalkan kerusakan sesedikit mungkin. Tanah yang menempel di pecahan gerabah atau periuk itu sebisa mungkin harus dihilangkan. Tapi, kalau semua tanah yang menempel harus dihilangkan itu rasanya mustahil,” ujar Pipit Meilinda saat berbincang dengan Solopos di lokasi, Sabtu 2 Maret 2019.
Sejauh ini belum diketahui apa fungsi gerabah atau periuk yang ditemukan di kubur kuno tersebut. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut melalui laboratorium untuk mendeteksi fungsi gerabah atau periuk itu.
Periuk itu bisa jadi digunakan untuk menyimpan benda-benda berharga seperti emas, manik-manik, dan lain sebagainya. Setidaknya benda-benda berharga tersebut yang pernah ditemukan warga sekitar di kubur kuno yang biasa mereka sebut dengan istilah Kubur Buddha.
Namun, bisa juga gerabah dan periuk tersebut merupakan bagian dari perkakas atau peralatan memasak. “Apa fungsi dari gerabah atau periuk itu nanti baru terjawab setelah dianalisis di laboratorium. Di dalam gerabah atau periuk itu masih ada tanah yang belum dikorek. Kami belum tahu apakah di dalam tanah itu ada isinya,” ujar Riyana Wulan Pradipta, arkeolog muda asal Bantul ini.
Ini adalah penelitian di bidang arkeologi untuk kali kesekian yang diikuti Pipit dan Dipta. Sebelumnya, Pipit lebih banyak terlibat dalam sejumlah kegiatan ekskavasi situs candi peninggalan zaman Majapahit. Menurutnya, tantangan setiap ekskavasi berbeda-beda.