Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Perjuangan Guru Honorer, Dipecat Gara-Gara Bongkar Pungli Sekolah Negeri di Tangsel

Hambali , Jurnalis-Kamis, 27 Juni 2019 |22:01 WIB
Perjuangan Guru Honorer, Dipecat Gara-Gara Bongkar Pungli Sekolah Negeri di Tangsel
Rumini, Guru Honorer yang Dipecat Gara-Gara Bongkar Pungli di SDN Pondok Pucung 02, Pondok Aren, Tangsel (foto: Hambali/Okezone)
A
A
A

TANGERANG SELATAN - Rumini (44), guru honorer di SDN Pondok Pucung 02, Pondok Aren, Tangerang Selatan (Tangsel), harus menerima risiko dari perjuangannya membongkar praktik Pungutan liar (Pungli) di tempatnya mengajar.

Rumini telah mengajar sekira 7 tahun di SDN Pondok Pucung 02, yakni sejak tahun 2012 silam. Mulanya dia mengajar ekstrakurikuler sebagai guru tari, selanjutnya 8 bulan kemudian dia diangkat sebagai guru kesenian dan wali kelas.

Baca Juga: Maut Mengintai Siswa SDN Rawa Buntu 03 Tangsel 

Namun, terhitung sejak 3 Juni 2019, Rumini tak lagi mengajar lantaran keluar surat pemecatan bernomor : 567/2452-Disdikbud. Surat pemutusan kontrak kerja itu merujuk surat Pelaporan dan Permohonan Pemecatan dari Kepala SDN Pondok Pucung 02 bernomor : 421.1/015/SP/PP02/2019, tanggal 14 Mei 2019.

Saat ditemui Okezone di kontrakannya, Jalan Salak, RT04 RW07, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Kamis (27/6/2019) sore. Rumini menceritakan kejadian yang membuatnya dipecat pihak sekolah dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Tangsel.

Rumini, Guru Honorer yang Dipecat Gara-Gara Bongkar Pungli di SDN Pondok Pucung 02 (foto: Hambali/Okezone)	 

Menurut dia, sikap kritisnya terhadap transparansi anggaran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDa), dan maraknya Pungli di SDN Pondok Pucung 02 jadi penyebab utama keluar surat pemecatan.

"Saya mengajar di sana sejak 2012. Jadi rupanya sebelum saya masuk, masalah-masalah seperti itu sudah ada. Sehingga setelah diangkat jadi wali kelas, mulai banyak tahu apa yang sesungguhnya terjadi dan dialami murid-murid di sana," ucap Rumini.

Menyadari ada praktik penyimpangan, Rumini menerangkan, awalnya dia mencoba mendengar keluhan dari orang tua siswa yang kebanyakan berasal dari kalangan menengah ke bawah. Di sana diperoleh keterangan yang menyebutkan, banyak orang tua siswa merasa keberatan atas munculnya biaya-biaya itu.

"Banyak yang mengeluh, tapi mereka enggak berani bersuara karena itu tadi, pasti muncul tekanan. Risiko itu yang buat orang tua murid menerima saja," katanya.

Baca Juga: Gedung SDN di Tangsel Ini Rusak Parah, Proyek Perbaikan Malah Digarap Perusahaan Beralamat Fiktif 

Rumini lantas membeberkan, Pungli yang masif terjadi di SDN Pondok Pucung 02 meliputi banyak hal. Di antaranya adalah soal pengadaan buku sekolah, iuran praktik laboratorium komputer, uang kegiatan sekolah pertahun, biaya daftar ulang, dan iuran pemasangan instalasi infokus.

Untuk buku-buku sekolah, tiap siswa harus membeli sendiri secara kolektif di luar sekolah. Buku itu disediakan per-tema, di mana setiap tahunnya terdiri dari 1 hingga 9 tema. Per-tema kisaran harganya bisa mencapai Rp65 ribu. Padahal dalam Laporan kegiatan BOSDa SDN Pondok Pucung 02 dicantumkan adanya pembelian buku siswa.

"Kan saya cek di data BOSDa, di situ dianggarkan. Ada volumenya, harga satuan, dan ada juga jumlahnya. Tapi data itu sepertinya tidak sesuai dengan kenyataannya," imbuhnya.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement