TANGERANG SELATAN - Dunia pendidikan di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) kembali disorot tajam. Hal itu terjadi setelah seorang guru honorer bernama Rumini (44) dipecat, lantaran mengkritik dan membongkar praktik Pungutan liar (Pungli) serta penyimpangan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) maupun Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDa).
Semula masyarakat luas tak ada yang mengetahui detail penyebab pemecatan itu. Kalau pun ada yang tahu, hanyalah sebatas orang-orang dekat yang beraktifitas di lingkungan SDN Pondok Pucung 02, Pondok Aren, Tangsel. Baik para guru, siswa, hingga wali murid.
Kebanyakan mereka tak berani bersuara, apalagi ikut campur menanggapi pemecatan Rumini. Semua seolah berjalan normal, karena memang dikehendaki demikian oleh para mafia anggaran. Opini yang dibangun adalah, Rumini dipecat sesuai prosedur tentang pelanggaran profesionalitas seorang guru.
(Baca Juga: Guru Rumini Dipecat Usai Bongkar Pungli di Sekolahnya, Dinas Pendidikan: Sudah Sesuai Prosedur)
Namun bagaimanapun, jerit kebenaran yang disuarakan guru Rumini rupanya tak bisa dihalang-halangi. Perlahan, keberpihakan atas kebenaran yang diperjuangkannya muncul menjadi gelombang besar, hingga menuai reaksi dukungan publik secara luas.
Koordinator Divisi Advokasi dan Investigasi Tangerang Public Transparency Watch (TRUTH), Jufry Nugroho, mengatakan, kasus yang dialami guru honorer Rumini merupakan akumulasi atas praktik Pungli di lingkungan sekolah, baik SD hingga SMP di Kota Tangsel.
"Dalam catatan kami, dalam rentan waktu 4 tahun terakhir setidaknya ada 8 kasus dugaan pungli. Sudah kami laporkan, baik untuk SD maupun SMP. Namun tidak pernah mendapat respon serta tidak pernah ada tindakan tegas dari Disdikbud, sampai oknum yang diduga melakukannya pun tetap menjabat," ucap Jufry kepada Okezone, Sabtu (29/6/2019).
Menurut Jufry, Pemerintah Kota Tangsel beserta dinas terkait terkesan melakukan pembiaran. Kalaupun ada tindakan, kata Jufry, itu hanyalah formalitas semata-mata yang tak pernah ada realisasinya di lapangan. Bahkan parahnya lagi, mereka yang berani menyuarakan Pungli justru dipersekusi, dipecat, dan diintimidasi.
(Baca Juga: Dipecat karena Bongkar Pungli, Guru Rumini Mengadu ke Komnas HAM)
"Kalau ada suara-suara kritis dari dalam langsung dibungkam, bahkan dipecat seperti Ibu Rumini. Hal ini menggambarkan, begitu kuatnya oknum-oknum yang membentengi praktik pungli ini. Ini adalah cermin kusam dari dunia pendidikan di Tangsel sesungguhnya," tegasnya.
Lebih lanjut, TRUTH mendesak agar Wali Kota Airin Rachmi Diany beserta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) bertanggung jawab dengan kondisi itu. Guna memulihkan kepercayaan publik, harus ada investigasi terbuka atas apa yang disuarakan Rumini terkait Pungli di SDN Pondok Pucung 02 dan penyimpangan dana BOS-BOSDa.
"Hal yang utama adalah mencabut surat pemecatan atas guru Rumini. Lalu Wali Kota dan Kepala Disdikbud Tangsel bertanggung jawab dengan menginvestigasi fakta di lapangan bersama tim Saber Pungli. Siapapun oknumnya, harus diberi sangsi tegas agar menjadi efek jera," tandasnya.
Sebelumnya, Okezone sempat menemui sejumlah murid serta wali murid SDN Pondok Pucung 02 yang tinggal di sekitar Bintaro, Pondok Aren. Dari perbincangan itu diperoleh informasi, bahwa pungutan-pungutan liar yang dibebankan kepada wali murid itu telah berlangsung sejak lama.
"Uang kegiatan Rp130 ribu, kalau komputer ada yang Rp15 ribu, Rp20 ribu, dan Rp25 ribu. Kalau anak saya sendiri uang komputer Rp20 ribu perbulan," tutur salah seorang wali murid yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Disebutkan juga, bahwa pihak sekolah memang terang-terangan meminta iuran sebagaimana diungkap guru Rumini. Alasannya, antara lain untuk biaya pemasangan instalasi infokus, di mana anggaran pengadaan unit infocusnya berasal dari pihak dinas. Sehingga tiap kelas dikenakan iuran sekira Rp3 jutaan yang dibebankan kepada para siswa.
"Memang sampai sekarang belum terpasang instalasi infokusnya. Pihak sekolah beralasan kalau pemborong pekerjaan infocus itu orangnya sudah pindah, jadi nggak ada kejelasan lagi kepada kita," ucap wali murid lainnya.
Saat dicek ke SDN Pondok Pucung 02, projektor infokus tidak terpasang pada semua kelas. Saat diperhatikan secara seksama, tak ada keterangan tahun anggaran yang tertera di unit-unit projektor itu sebagaimana dicantumkan pada barang-barang milik pemerintah umumnya.
Jumlah siswa SDN Pondok Pucung 02 mencapai sekira 500 anak lebih. Pada tahun anggaran 2018, sekolah itu mendapat dana BOS sekira Rp458 juta. Rinciannya, belanja pegawai sekira Rp133 juta, lalu sisanya sebesar Rp328 juta diperuntukkan bagi pengadaan barang dan jasa, yang dicairkan setiap tiga bulan sekali.
Sementara pada tahun yang sama, SDN Pondok Pucung 02 mendapat alokasi dana BOSDa sebesar Rp278 juta, yang digunakan untuk berbagai program dan kegiatan para siswa di sekolah. Di sisi lain, tiap siswa tetap harus membayar iuran kegiatan sekolah Rp130 ribu.
(Khafid Mardiyansyah)