Kaswandi menjelaskan, abrasi yang terjadi diperparah dengan musim cuaca ekstrem. Hal itu, kata dia tidak menutup kemungkinan menjadi ancaman ratusan kepala keluarga kehilangan tempat tinggalnya.
"Ada sekitar kurang lebih 200 kepala keluarga yang bermukim di wilayah setempat. Ancaman semakin nyata apabila area yang mengalami dampak abrasi, terus menerus tergerus hingga mencapai pusat tempat tinggal warga," jelasnya.
Saat ini, kata Kaswandi, pihaknya tengah berupaya membangun tanggul seadanya. Tanggul berfungsi dan dijadikan sebagai pembatas dengan harapan, mampu meminimalisir dampak abrasi karena hempasan ombak gelombang laut.
Dalam sepakan terakhir, lanjut Kaswandi, dampak abrasi telah mencapai lima meter dari bibir pantai. Jika terus menerus tergerus, dampak abrasi itu dipastikan akan masuk sepenuhnya ke kawasan pemukiman warga setempat.
"Kemarin-kemarin itu tidak ada upaya. Karena mungkin tidak sampai ke rumah penduduk, hanya sampai sebatas pemakaman. Ini semakin panik karena pengikisannya dalam kurun waktu seminggu terakhir," ungkapnya.
Kondisi ini disebutkan Kaswandi bahkan telah berlangsung selama kurun waktu dua tahun terakhir. Tepatnya 2018 hingga 2020. Meski belum mencatat adanya korban jiwa, kerugian materil akibat dampak dari abrasi di kawasan pesisir Desa Sampulungan mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
"Bahkan ada beberapa tanggul-tanggul dulu yang sempat dibangun, ambruk juga. Karena tidak kuat menahan hempasan ombak," pungkasnya.
(Awaludin)