Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Madewayu, Ritual Ekstrem Wujud Syukur untuk Dewa-Dewi

Made Ariesta , Jurnalis-Kamis, 20 Februari 2020 |22:31 WIB
Madewayu, Ritual Ekstrem Wujud Syukur untuk Dewa-Dewi
Ritual Madewayu (Foto: Okezone/Ariesta)
A
A
A

KARANGASEM - Bali memiliki berbagai ritual adat serta budaya yang unik. Tak hanya itu, beberapa diantaranya bahkan terbilang ekstrem.

Salah satunya Ritual Madewayu dari Desa Adat Seraya Tengah, Kabupaten Karangasem, Bali. Ritual dalam bentuk tarian sakral, pemujaan Dewa-Dewi ini menampilkan adu kekebelan tubuh.

Membawa dua bilah keris tajam, tak mengenal usia, siapapun yang dikehendaki, akan menari di bawah kesadaran sambil menusukkan keris ke bagian tubuh.

Bendesa Adat Seraya Tengah, I Wayan Salin menuturkan Ritual Medewayu atau sering disebut Nyumbu ini, merupakan ritual wajib, yang dipentaskan ketika upacara di pura atau tempat suci di Desa tersebut.

"Baik di tingkat rumah, sampai desa, tarian sakral ini selalu dipentaskan sebagai bentuk syukur masyarakat pada Dewa dan Dewi yang berstana," ungkap Salin.

Ritual

Baca Juga: Meriahnya Hari Suci Kuningan di Bali, Umat Hindu Berbondong-bondong Sembahyang Bersama

Ada beberapa prosesi yang digelar Sebelum menarikan tarian ini. Pertama adalah prosesi nganyarin. Seluruh warga akan melakukan proses persembahyangan secara Hindu seperti biasa.

Setelah itu, dilanjutkan dengan Prosesi Mesapa bagi setiap orang yang berkeinginan menari. Salin mengungkapkna ritual ini sebagai bentuk permohonan restu pada Dewa Dewi.

"Walau demikian, tak semua orang yang melakukan prosesi menyapa akan 'kerauhan' atau kerasukan roh Dewa Dewi dan menari. Tak bisa ditebak, kadang ada orang yang awalnya tak berniat menari, saat mendengar bunyi gong langsung tak sadarkan diri dan menari," tutur Salin.

Setelah proses tersebut, barulah gamelan bisa di mulai. Bagian pertama gamelan, disebut gamelan ngelegong atau lambat. Masyarakat yang sudah dikehendaki, akan tiba-tiba menari secara tidak sadar.

"Di tengah pementasan, gong akan mulai bertempo cepat, tanpa sadar penari akan berteriak dan mengambil keris yang dipersiapkan oleh para pemangku atau orang suci. Maka penari akan 'narat' atau menusukkan keris di bagian tubuh," jelas Salin.

Walau demikian, ia menuturkan tak ada penari yang terluka, atau cidera akibat keris. "Walau keris yang digunakan sebelumnya di asah dan tajam," ucapnya.

Lebih lanjut, bila Roh Suci yang masuk dalam badan penari merasa cukup, maka penari akan lemas dan terjatuh. "Mengembalikan kesadarannya Jero mangku akan memercikkan Tirta atau air suci," jelas Salin.

Tidak ada durasi pasti dalam tarian ini. Tarian akan tetap berlangsung hingga penari yang kerauhan selesai menari dengan sendirinya.

"Tarian ini rutin digelar dari awal Piodalan hingga penyineban. Tradisi ini sangat dilestarikan oleh warga seraya. Bahkan beberapa warga yang tinggal di luar daerah seperti Lombok dan Buleleng juga melaksanakan ritual ini ketika Piodalan," pungkas salin.

(Edi Hidayat)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement