AMMAN - Raja Yordania, Abdulah, pada Selasa (16/5/2020) memperingatkan bahwa langkah yang direncanakan Israel untuk mencaplok bagian-bagian Tepi Barat yang diduduki bulan depan akan mengancam stabilitas di Timur Tengah.
Dalam sebuah konferensi video dengan para pemimpin dan komite kongres Amerika Serikat (AS), Raja Abdullah memperingatkan bahwa “tindakan Israel sepihak untuk mencaplok tanah di Tepi Barat tidak dapat diterima dan merusak prospek untuk mencapai perdamaian dan stabilitas di kawasan itu," demikian disampaikan Istana Kerajaan Yordania dalam sebuah pernyataan yang dilansir Reuters.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berjanji untuk memperluas kedaulatan Negara Zionis itu ke permukiman Yahudi dan Lembah Yordan di Tepi Barat, wilayah yang direbut Israel dari Yordania dalam perang Timur Tengah 1967 dan diinginkan Palestina sebagai wilayah negaranya. Pemerintah baru Netanyahu akan mulai membahas pencaplokan de facto pada 1 Juli.
Yordania, yang memiliki perbatasan terpanjang dengan Israel, adalah sekutu dekat Barat dan salah satu dari hanya dua negara Arab yang telah menandatangani perjanjian damai dengan Israel.
Kepada anggota parlemen AS, Raja Abdullah mengatakan bahwa perdamaian hanya akan datang dengan penciptaan "negara Palestina yang independen, berdaulat dan layak" dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Dia juga menambahkan, Israel harus menarik diri dari wilayah yang direbutnya selama perang Arab-Israel 1967.
BACA JUGA: China Tolak Rencana Israel Caplok Bagian Tepi Barat Palestina
Para pejabat khawatir aneksasi itu akan mengubur prospek negara Palestina yang layak dan akhirnya membawa penyelesaian konflik puluhan tahun dengan mengorbankan Yordania, negara di mana banyak orang keturunan pengungsi Palestina yang keluarganya pergi setelah penciptaan Israel pada 1948.
Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi mengatakan pekan lalu bahwa langkah seperti itu akan memiliki konsekuensi "bencana" dan tidak akan terjadi tanpa adanya respons dari Yordania.
Belum diketahui langkah-langkah apa yang dipertimbangkan Yordania sebagai pembalasan jika Israel melanjutkan aneksasinya, tetapi beberapa politisi menuntut pembekuan perjanjian damai dan membatalkan perjanjian miliaran dolar yang memasok Yordania dengan gas Israel.
Waspada dengan kemungkinan kekerasan dan dampak diplomatik dari langkah tersebut, beberapa negara Eropa dan Arab, bersama-sama dengan PBB, telah mendesak Israel untuk tidak mencaplok permukimannya, yang oleh banyak negara dianggap ilegal.
(Rahman Asmardika)