Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Militer Myanmar Gunakan Kecerdasan Buatan untuk Lacak Pengunjuk Rasa

Susi Susanti , Jurnalis-Jum'at, 19 Maret 2021 |09:51 WIB
Militer Myanmar Gunakan Kecerdasan Buatan untuk Lacak Pengunjuk Rasa
Aksi demonstrasi anti-kudeta militer di Myanmar (Foto: Reuters)
A
A
A

BANGKOK - Para pengunjuk rasa di Myanmar khawatir mereka dilacak dengan kecerdasan buatan (AI) berupa teknologi pengenalan wajah China, karena kekerasan yang meningkat dan pengawasan jalanan memicu kekhawatiran "kediktatoran digital" untuk menggantikan pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi.

Kelompok hak asasi manusia (HAM) mengatakan penggunaan AI uuntuk memeriksa pergerakan warga negara menimbulkan "ancaman serius" bagi kebebasan mereka.

Human Rights Watch telah menyatakan "keprihatinan yang meningkat" atas kamera yang dipersenjatai dengan teknologi AI yang dapat memindai wajah dan pelat nomor kendaraan di tempat umum, dan memperingatkan pihak berwenang tentang mereka yang ada dalam daftar orang yang dicari.

"Bahkan sebelum protes, CCTV menjadi perhatian kami, jadi kami akan mencoba dan menghindarinya - dengan mengambil rute berbeda untuk pulang, misalnya," kata Win Pe Myaing, seorang pengunjuk rasa di Yangon, kepada Thomson Reuters Foundation.

"Kami yakin polisi dan militer menggunakan sistem untuk melacak demonstrasi dan protes. Ini seperti kediktatoran digital - rezim menggunakan teknologi untuk melacak dan menangkap warga, dan itu berbahaya," terangnya.

(Baca juga: Hotel Boneka Seks Ditutup Polisi, Pelanggan Masih di Dalam)

Seorang peneliti di Human Rights Watch, Manny Maung mengatakan kemampuan pihak berwenang untuk mengidentifikasi orang-orang di jalanan, berpotensi melacak pergerakan dan hubungan mereka, serta mengganggu kehidupan pribadi menimbulkan risiko besar bagi aktivis anti-kudeta.

"Itu juga dapat digunakan untuk memilih individu dengan cara yang diskriminatif atau sewenang-wenang, termasuk untuk etnis atau agama mereka," ungkapnya dalam sebuah pernyataan.

Aktivis muda itu telah membuat aplikasi pemetaan seluler untuk memperingatkan pengunjuk rasa tentang kehadiran polisi dan militer di jalanan. Peta bersumber kerumunan juga menunjukkan lokasi meriam air, penghalang jalan, dan ambulans.

Aktivis sekaligus pendiri Jaringan Asean Alternatif di Myanmar, Debbie Stothard mengatakan meskipun tidak ada penangkapan yang dapat dikaitkan dengan teknologi pengenalan wajah karena kurangnya transparansi, beberapa warga menutupi kamera.

(Baca juga: Bocah 5 Tahun Tewas Akibat Treadmill, Bos Perusahaan Alat Fitnes: Anak-anak Harus Menjauh)

"Ada kekhawatiran yang sangat serius tentang bagaimana junta militer menggunakan teknologi digital," terangnya.

"Jika mereka belum menggunakannya untuk menargetkan pengunjuk rasa dan lainnya, itu tidak bisa dihindari - dan dalam waktu dekat," lanjutnya.

Myanmar Now melaporkan sebagian besar peralatan yang digunakan di Safe City, sebuah proyek untuk mengekang kejahatan di kota-kota besar, berasal dari perusahaan teknologi China Huawei.

Huawei tidak menanggapi permintaan komentar.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement