Maka meski jalan raya Jakarta-Bekasi dibangun, menghubungkan Jakarta- Karawang, tapi Jatinegara Kaum sendiri masih terpencil. Sampai 1960-an tanah yang membatasi daerah Jatinegara Kaum dengan tetangganya Rawamangun masih berupa sawah.
Konon, untuk menghindari masuknya para pendatang, sebagian penduduk sengaja membuang kotoran di jalan itu. Tapi, jika beberapa dekade lalu hampir seluruh penduduknya satu kerabat, kini sudah banyak pendatang. Sebagian sudah pindah dari tempat kelahirannya.
Sekalipun selama ratusan tahun jadi kampung tertutup, tapi pendidikan trah pangeran Jayakarta rata-rata SMA plus. Maka status mereka lebih baik dari warga Betawi umumnya. Mereka lebih dulu masuk ke sekolah-sekolah umum (Belanda). Ketika warga Betawi umumnya masih mengharamkan, cuma sekolah agama di pesantren.
"Maka banyak di antara warga yang menjadi bupati, wedana, camat dan lurah," kata Rosyid.
Menurut Rosyid, Pangeran Jayakarta mewariskan peninggalan berupa, Masjid Assalafiah, tasbih Berwarna hitam, dan tombak bernama Biring Lanang (Jantan di laut) dan Biring Galih (Jantan di darat). "Tasbih dan tombak tidak diketahui keberadaannya," jelas Rosyid.
(Arief Setyadi )