Koresponden sains BBC, Jonathan Amos, mengatakan roket tersebut bergerak di zona yang membentang 41 derajat ke utara dan selatan khatulistiwa - mencakup New York, Istanbul dan Beijing di utara serta Wellington dan Cile di selatan.
"Jika Anda tinggal di utara atau selatan zona ini, ia tidak akan menimpa Anda, dan jika Anda tinggal di dalam zona itu, dekat dengan ekuator, kemungkinan ada sesuatu yang jatuh sangat, sangat kecil — 70 % dari Bumi tertutup lautan jadi jika ada [puing-puing] yang selamat dari roket yang terbakar ketika jatuh ke bumi, kemungkinan besar ia akan berakhir di air,” ungkapnya.
Para ilmuwan memperkirakan roket itu akan jatuh pada 10 Mei, dengan marjin kesalahan kurang-lebih dua hari, dan kemungkinan besar mereka tidak akan tahu persis lokasi pendaratan roket itu sampai satu jam sebelumnya.
Sebuah peta bernama AstriaGraph, yang didanai oleh pemerintah AS, memungkinkan pelacakan semua objek buatan manusia di luar angkasa — sekitar 26.000 benda.
Profesor Moriba Jah, seorang insinyur kedirgantaraan dari University of Texas yang mengerjakan proyek tersebut, mengatakan: "Ukuran benda-benda itu berkisar dari telepon pintar hingga stasiun luar angkasa dan mungkin 3.500 dari mereka adalah satelit yang masih berfungsi, sisanya adalah sampah,” terangnya.
Dengan maraknya eksplorasi ruang angkasa di paruh kedua abad ke-20, jumlah puing-puing ruang angkasa semakin meningkat dan bisa menjadi ancaman bagi satelit yang masih berfungsi.
Menurut Profesor Jah, ada sekitar 200 benda besar, termasuk potongan-potongan roket tua, yang berpotensi menjadi "bom waktu".
"Satelit yang menyediakan layanan seperti posisi, navigasi dan waktu, transaksi keuangan, peringatan cuaca, bisa kapan saja tertabrak salah satu sampah ini dan kemudian berhenti berfungsi. Jadi dampaknya akan signifikan bagi umat manusia jika kita kehilangan sebagian sumber daya berbasis ruang angkasa ini,” urainya.
Roket Long March 5B China dapat ditemukan di AstriaGraph, dengan sebutan CZ-5B.
Roket ini mengitari Bumi setiap 90 menit sekali, tetapi sulit untuk memperkirakan lintasan roket yang jatuh karena ada banyak variabel dan perhitungan yang perlu dilakukan.
Jadi untuk saat ini, para ilmuwan hanya memantau penurunannya, mengantisipasi kedatangannya kembali dalam waktu dekat.