AMANDEMEN RUU ‘anti-separatis’ di Prancis akan memaksa anak-anak perempuan di bawah usia 18 tahun untuk tidak mengenakan hijab di ruang publik. Merasa hak dan kebebasan dirampas, mereka menggelar unjuk rasa online dengan tagar #PasToucheAMonHijab alias #JanganSentuhHijabSaya.
Mariem Chourak, gadis Perancis berusia 16 tahun, adalah seorang muslimah taat yang mengenakan hijab sebagai bentuk ekspresi ketaatannya menjalankan agama Islam. Akan tetapi, para senator Perancis tengah mengajukan gagasan yang bisa dengan segera mencabut kebebasan Mariem untuk memakai hijab di ruang publik.
Amandemen rancangan undang-undang ‘anti-separatis’ yang dirancang untuk memperkuat nilai-nilai sekular Perancis itu menyasar anak-anak perempuan yang berusia di bawah 18 tahun. Hal itu memicu amarah dan unjuk rasa online dengan tagar #PasToucheAMonHijab alias #JanganSentuhHijabSaya yang kemudian viral ke seluruh dunia.
"Hal itu mengejutkan sekaligus membuat saya takut, karena itu artinya saya harus menunggu sampai berumur 18 tahun untuk memiliki akses atas kebebasan saya dalam beragama," kata Mariem.
Isu tentang agama dan pemakaian simbol keagamaan di tempat umum adalah kontroversi yang sejak lama terjadi di Prancis, sebuah negara sekuler yang menjadi rumah bagi minoritas Muslim terbesar di Eropa.
Perancis melarang pemakaian kerudung di sekolah negeri sejak 2004. Pada 2010, Prancis juga melarang pemakaian niqab alias kerudung bercadar di tempat umum seperti di jalan, taman, transportasi umum dan gedung-gedung pemerintahan.
Meski amandemen RUU anti-separatis itu ditujukan pada semua simbol agama, sebagian menilai langkah itu hanya menyasar umat Muslim. Dalam pernyataan kepada sesama anggota parlemen April lalu, Senator Christian Bilhac yakin amandemen itu akan melindungi anak-anak.
“Dalam ukuran seperti apa suatu republik sekuler bisa mentoleransi anak-anak yang tampil mengenakan simbol-simbol keagamaan di siang bolong? Orang tua tidak seharusnya memaksakan dogma pada anak-anak dan dengan demikian penting untuk adanya ruang aman bagi mereka dan memungkinkan mereka untuk beremansipasi," paparnya.
Sekelompok perempuan muda lantas meluncurkan kampanye dengan tagar #JanganSentuhHijabSaya dari rumah masing-masing. Awalnya, hanya ada segelintir perempuan yang bergabung. Dalam beberapa hari, lebih dari 200 orang terlibat mempersiapkan peluncuran kampanye itu melalui kanal WhatsApp.
Hiba Latreche, mahasiswi berusia 22 tahun, adalah salah satu perempuan muda pertama yang ikut serta.
“Alasan kami memutuskan untuk menerjemahkan (kampanye) ‘Jangan sentuh hijab saya’ ke dalam bahasa Perancisnya ‘Pas touche a mon hijab,’ karena penting agar pesan ini tersampaikan ke masyarakat, institusi dan media Perancis," katanya.
Baca Juga :Â Misteri Kerangka Tentara Korban Letusan Gunung Vesuvius 2000 Tahun Silam
Bahkan, lanjut Hiba, jika kampanye ini terdengar hingga telinga internasional, penting agar kampanye ini disampaikan dalam tagar bahasa Prancisnya.
"Ini kenapa kami juga memberitahu masyarakat internasional: ‘Jika Anda ingin bergabung, menunjukkan solidaritas, dan meningkatkan kesadaran, lakukan dengan menggunakan tagar #PasToucheAMonHijab, karena ini masalah Prancis," tambahnya.
Hiba menjelaskan motivasinya mendukung kampanye tersebut.
“Saya, misalnya, selama 10 tahun harus melepas kerudung saya setiap hari di depan lapangan sekolah, yang secara pribadi terasa sangat sulit dijalani dan (bukan hanya) sangat memengaruhi kondisi mental saya, tapi juga pengalaman dan prestasi saya di sekolah," katanya.
Baca Juga: Aksi Nyata 50 Tahun Hidupkan Inspirasi, Indomie Fasilitasi Perbaikan Sekolah untuk Negeri
Follow Berita Okezone di Google News