JAKARTA - Nicholas Johan Kililily merupakan mantan anak buah Hercules, saat memegang wilayah Tanah Abang. Namun kini ia telah bertobat dan telah lama memulai karir baru sebagai seorang pengusaha. Berhenti dari segala kegiatan yang berkaitan dengan tindakan premanisme dan sekarang menjadi pengusaha sukses.
(Baca juga: Hercules Minta Maaf ke Wartawan, Janji Jadi Warga Negara yang Baik)
Nicho menceritakan awal mula dirinya berkiprah menjadi seorang gangster. Ia menuturkan bahwa kondisi keluarga yang kacau dan didikan keras ayahnya, menjadi alasan utama dibalik perilaku kasarnya.
“Semasa kecil kami terlahir dari keluarga broken home. Dari keluarga broken home itulah, saya bersama kakak-kakak dan adik-adik saya ini kurang mendapat kasih sayang dari orang tua. Masa kecil kami tuh, kami sudah diajarkan keras oleh papa. Saya sering diadu oleh kakak-kakak yang lebih tua dari saya,” ujarnya dikutip dari channel Michael Howard, Jumat (28/5/2021).
Sedari kecil Nicholas sudah diadu tarung dengan kakak-kakaknya. Dalam adu tarung tersebut, Nicholas tidak boleh menangis sama sekali. Jika Ia kedapatan menangis, ayahnya mengancam tak akan memberikan uang jajan untuknya.
(Baca juga: Kronologi Lengkap Helikopter Milik Genesa Dirgantara yang Jatuh di Cibubur)
Didikan keras ini membuat Nicho dan kakaknya tumbuh menjadi anak yang gemar berkelahi, bahkan hingga tumbuh dewasa. Membuatnya tumbuh dan berkembang dengan lingkungan yang penuh akan kekerasan.
Nicho sempat mencoba bertobat setelah ditegur oleh salah seorang pendeta yang melihatnya baku hantam dengan Satpol PP.
“Ternyata ada seorang pendeta, namanya Lambat Boseren. Dia perhatikan kami dengan teman-teman, dia lihat kami ribut, nah saat itu dia perkenalkan saya dengan Tuhan. Lalu kemudian singkat cerita, saya tertarik dan mencoba, namun hanya bertahan 8 bulan,” cerita Nicho.
Setelah kembali ke Jakarta dari Kalimantan Barat, Nicho mencoba menjadi pribadi yang lebih baik. Ia menolak ajakan temannya untuk kembali menagih utang, karena sudah lebih mengenal soal agama.
“Jadi waktu itu saya datang ke Jakarta, teman-teman saya ajak saya nagih, tapi pertama kali diajak menagih saya tolak. Kenapa saya tolak,karena nagih pada zaman dulu itu cuma dua pilihan, kamu bayar hutang selesai, kalo enggak rumah sakit ya mati,” jelas Nicho.
Namun Nicho mengaku jumlah nominal yang besar berhasil menggoyahkan Imannya. Ia kembali melakukan penagihan dan segala macam tindakan dosa yang selama ini sudah coba ditinggalkannya.
“Saya lihat jumlahnya lumayan besar, akhirnya saya terima tagihan itu. Saya tagih, saya pikir saya mau coba-coba, seandainya saya berhasil saya berhenti, gak berhasil juga berhenti. Ternyata waktu saya jalan, saya berhasil. Ketika saya berhasil itulah awal ke jatuhan saya lagi,” ceritanya.
Suatu ketika Nicho bersama timnya terlibat baku hantam dengan gengster lainnya, perihal kepemilikan suatu tanah di daerah Jelambar, Jakarta Barat. Sempat mencoba lakukan persuasif, titik tengah antara kedua kelompok ini tidak berhasil terjalin. Membuat perkelahian menjadi satu-satunya opsi terakhir bagi mereka.
Peperangan besar antara kedua kelompok itu membuat munculnya korban jiwa tak bisa dihindari. Nicho bersama kelompoknya ditahan di Polres Jakarta Barat, sebelum akhirnya bebas dan bergabung dengan Hercules.
“Di Tanah Abang kehidupan saya bukan semakin baik, semakin hancur. Tiap hari minum mabok-mabokan, pesta pora perjudian dan sebagainya dan hampir tiap hari saya menumpahkan darah orang yang tidak bersalah,” ujar Nicholas.
Nicholas menuturkan jika dulu, Tanah Abang merupakan daerah yang keras. Ia bahkan menyebut Tanah Abang sebagai Texasnya Indonesia. Menyebut jika daerah itu sebagai daerah tak berhukum, yang cuma mengandalkan hukum rimba.
Nicholas juga turut menceritakan kisah terbakarnya kantor Camat Tanah Abang akibat keributan besar yang melibatkannya. Ia ditangkap bersama 21 orang kelompoknya dan diproses serta dibina di Kodam jaya. Bertemu tokoh-tokoh besar seperti Sutiyoso dan Moeldoko.
“Dan kemudian saya minta kepada kodam jaya, agar kami ini dilepas dan kami janji tak akan buat keributan lagi di Tanah Abang. Saya jadi jaminannya, seandainya ada keributan lagi di Tanah Abang, saya siap ditembak ditempat. Kita buat perjanjian di Kodam Jaya,” ceritanya.