TASIKMALAYA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia untuk Daerah (KPAID) Tasikmalaya, Jawa Barat mengatakan pelajar SMP yang videonya viral karena menawarkan layanan seks, saat ini dalam kondisi sulit makan dan trauma. Pelajar itu berada di rumah aman KPAID Tasikmalaya untuk menjalani bimbingan psikologis.
KPAI pusat menyebut peristiwa ini merupakan satu dari ratusan kasus anak sebagai pelaku dan atau korban kekerasan seksual di Indonesia.
BACA JUGA: Polda Metro Jaya Ungkap Prostitusi Online Libatkan 18 Anak, Modusnya Dipacari Lalu Dijual
Penanganan yang buruk dikhawatirkan menjerumuskan anak ke dunia prostitusi.
Sementara Komnas Perempuan meminta penegak hukum perlu menyelidiki lebih lanjut atas kemungkinan eksploitasi seksual.
Video Pelajar SMP di Tasikmalaya viral di masyarakat karena diduga menawarkan layanan seks. Video berdurasi enam detik direkam pelajar tersebut tanpa busana bersama seorang pria.
Saat ini pelajar SMP itu sudah berada di rumah aman KPAID Tasikmalaya untuk menjalani proses pemulihan psikologis sejak ditangkap pekan lalu.
Pendamping pelajar SMP Tasikmalaya ini, Ato Rinanto, yang juga anggota KPAID Tasikmalaya, mengatakan remaja berusia 16 tahun tersebut saat ini dalam kondisi trauma.
"Agak sulit makan, mungkin karena trauma, malu, dan takut karena videonya tersebar serta viral," kata Ato kepada wartawan Rommy Roosyana yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Senin (31/5/2021).

Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya ini menambahkan selama berada di rumah aman, pelajar itu akan mendapatkan hipnoterapi dari psikolog selama proses penyelidikannya berlanjut.
BACA JUGA: Bocah Kelas 5 SD Dipaksa Jadi Budak Seks, Dijual Online Rp450 Ribu
Di sisi lain, berdasarkan keterangan Ato, pelajar SMP ini tak punya latar belakang persoalan dalam keluarga, juga ekonomi.
"Secara ekonomi juga tidak begitu memprihatinkan, artinya cukuplah. Karena ayahnya masih melakukan aktivitas kerja yang normal untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya," katanya.
Sejauh ini, persoalan utama remaja itu, menurut Ato, adalah pola asuh.
"Kontrol yang kurang, kemudian orang tua tidak menyadari betul tentang bahaya gadget dan sebagainya," tambah Ato.