Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Daya Pikat Abadi Kota-Kota yang Hilang

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Senin, 28 Juni 2021 |06:53 WIB
Daya Pikat Abadi Kota-Kota yang Hilang
Daya pikat kota yang hilang (Foto: World Travel Guide)
A
A
A

Kisah kota yang hilang juga dapat menyembunyikan kebenaran lain, tulis Newitz, seperti cara orang kuno menemukan kembali diri mereka sendiri ketika mereka meninggalkan tempat itu. Bencana dan kehancuran sering disajikan sebagai akhir dari cerita, tetapi di Pompeii dan Çatalhöyük, Newitz menemukan secercah awal baru di tengah pergolakan sosial.

Setelah gas vulkanik yang sangat panas mengubah Pompeii menjadi kuburan pada tahun 79M, penduduk Pompeii yang trauma segera mulai membangun kembali kehidupan baru di dekat Napoli dan Cumae.

Mengutip karya klasik Steven Tuck, Newiz menceritakan bahwa banyak pengungsi yang dikenal sejarawan memiliki nama yang menandai mereka sebagai liberti, budak yang dibebaskan.

Sementara konvensi penamaan Romawi seringkali konservatif, dengan tetap menggunakan nama yang sama dari generasi ke generasi,

Tuck mengamati pola yang menarik di antara keluarga pengungsi Pompeii.

Dengan melepaskan nama lama mereka sebagai budak yang dibebaskan, beberapa memilih untuk memanggil anak-anak mereka sesuai dengan tempat mereka yang baru, seperti kota pelabuhan Puteoli yang sibuk.

Di sana, beberapa keluarga yang baru tiba menamai putra mereka Puteolanus.

Ini seperti pindah ke London dari kamp pengungsian dan memanggil anakmu dengan "orang London" jelas Tuck pada saya melalui email.

Dan di kota-kota yang jatuh sendiri itu, Newitz menghadirkan orang-orang yang terbiasa dengan agensi, bukan orang-orang kuno yang mengikuti kemauan sejarah.

Itulah yang mereka lihat di reruntuhan Çatalhöyük, suatu pemukiman Neolitik yang berkembang 9.000 tahun lalu di Konya Plain di Turki Tengah.

Di sana, rumah-rumah dipadatkan seperti sel-sel dalam sarang lebah tulis mereka dalam buku, dengan jalan setapak melewati atap dan pintu masuk menuruni langit-langit.

Di malam yang hangat, akan ditemukan para penduduk berkumpul di atas atap mereka, membuat makanan dan kerajinan bersama.

Tetapi untuk semua perkembangan kreatif kehidupan kota, hal itu merupakan suatu kegiatan dagang.

Seiring waktu, semakin sulit untuk tinggal di Çatalhöyük: iklim menjadi kurang menguntungkan dan ketegangan sosial meningkat.

Sementara banyak cerita tentang kota-kota yang hilang tampak samar dan mistis, Newitz menggambarkan ditinggalkannya tempat-tempat seperti Çatalhöyük sebagai hasil dari proses yang sangat beralasan.

Dengan berjalannya waktu, rakyat Çatalhöyük hanya memilih untuk kembali ke lebih banyak tempat pedesaan, sebuah proses yang akrab bagi penduduk kota mana pun saat ini yang dengan sedih menelusuri daftar real estat yang menyulap kehidupan pedesaan.

"Kami akan pergi mencari tempat yang lebih baik dan mencobanya lagi, mencoba pengalaman baru, mencoba membangun secara berbeda, mencoba hidup secara berbeda," kata Newitz, membangkitkan percakapan yang mungkin terjadi di sekitar perapian Neolitik.

Keluarga-keluarga berangkat satu per satu, sampai akhirnya Çatalhöyük kosong.

Tetapi ketika para penduduk pergi, masing-masing membawa apa yang penting bagi mereka.

Seni, gagasan, budaya material yang terpancar di Konya Plain saat keluarga-keluarga itu membuat kehidupan baru jauh dari pemukiman padat.

Sementara Cahokia dan masih banyak kota lagi yang ditinggalkan, dalam suatu rasa yang penting, kota-kota itu tidak benar-benar lenyap dari kita.

"Kita masih memiliki semua kenangan budaya dari mana kita berasal," kata Newitz. "Ini berlanjut sampai sekarang,” ujarnya.

(Susi Susanti)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement