SEBAGIAN masyarakat Jawa masih percaya, jika dikejutkan bunyi petir akan segera mengatakan bahwa dirinya adalah cucu Ki Ageng Selo, dengan harapan petir tidak akan menyambarnya.
Masyarakat di Jawa, khususnya di pedesaan masih percaya pada mitos ini, bila terjadi petir berteriak sambil berkata, "Gandrik! Aku Putune Ki Ageng Selo" (“Gandrik, Aku cucu Ki Ageng Selo"). Mengatakan kalimat itu sambil berdiri tegak dengan mengacungkan kepalan tangan ke langit.
Kisah tentang penangkapan petir diceritakan dalam Babad Tanah Jawi. Alkisah , suatu hari Ki Ageng Sela yang tinggal di desa Tawang , Purwodadi, pergi ke sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar-benar hujan lebat turun.
Baca Juga: Kisah Ki Ageng Selo Menangkap Petir
Halilintar atau bledheg menyambar persawahan , membuat warga desa yang di sawah pontang panting menyelamatkan diri .
Tetapi Ki Ageng Sela tetap mencangkul sawah. Tiba-tiba dari langit muncul petir menyambar Ki Ageng. Petir itu konon berwujud seorang kakek-kakek. Ia segera menangkap petir itu.
“Wahai, Kilat. Berhentilah mengganggu penduduk sekitar,” kata Ki Ageng Selo kepada petir yang berada di tangannya.
“Baiklah. Aku tidak akan mengganggu penduduk lagi, juga beserta anak-cucumu,” jawab petir.
Oleh Ki Ageng Selo petir itu kemudian diikat di pohon Gandrik. Lega hati penduduk desa, mereka tidak takut lagi disambar petir jika ke sawah.