"Seperti waktu kejadian gempa di Malang, saat itu mereka ngomong bahwa kondisi yang parah itu di Dampit awalnya, kemudian saya suruh cek di sana ternyata Tagana melaporkan warganya masih tidur dengan nyenyak tidak ada masalah mereka sampai foto-foto malah di tempat lain itu yang parah. Mungkin ada satu yang bisa kita ajak komunikasi sehingga kita tahu bagaimana kondisi di tempat itu,"urai Mensos saat diwawancarai MPI, Rabu malam,(21/07/2021).
Selain itu, juga terjadi saat penanganan bencana di Mamuju, Sulawesi Barat yang hanya dilakukan koordinasi dengan satu orang. Koordinasi pun terputus akibat orang yang dikoordinasi juga ikut terdampak bencana.
"Sehingga kita tidak hanya komunikasi untuk satu orang, karena maaf saya kejadian di Mamuju yang kita hubungi ternyata terkena dampak rumahnya sehingga beliau sibuk dengan dengan diri sendiri dan tidak bisa menangani yang lain. Kita butuh contact person yang bisa untuk kita ajak komunikasi guna menyiapkan segala sesuatu nya,"imbuhnya.
Ketika grup-grup komunikasi berjenjang telah dibuat, Mensos berharap dapat terjalin aktif komunikasi mulai tingkat daerah, provinsi dan pusat untuk memberikan laporan seperti apa langkah selanjutnya yang harus dilakukan.
"Kalau kita punya grup mulai tingkat pusat sampai provinsi sampai ke daerah, kita punya media untuk berkomunikasi mungkin akan lebih cepat penangananya kemudian ke tempat bencana yang parah,"jelas Mensos.
Mensos berharap berbagai pihak terkait harus mempunyai sistem manajemen untuk penanganan bencana bersama.
"Kalau misalnya di daerah itu kita punya tim siapa yang menangani relokasi, siapa yang menangani makanannya sampai TNI/Polri itu akan lebih mudah manajemennya. Karena nggak mungkin kalau sudah bencana, berat ditangani satu unit aja jadi harus ditangani secara lengkap,"imbaunya.
(Sazili Mustofa)