Saat ini, monumen itu kini sudah dibongkar menjadi jalan berlapis beton. Berdasarkan catatan arsip koran Belanda, van Nispen meninggal dunia pada 21 Juni 1914 dan dimakamkan pada 23 Juni 2014 di kerkhof yang terletak di sebelah barat RSUD Sragen. Karena konon tidak mau dipindah, makam itu sempat dibangun monumen. Namun, monumen itu akhirnya dibongkar hingga jadi jalan raya,” terang Johny Adhi Aryawan, pegiat Sragen Tempo Doeloe (Stedo).
Willibald Dagobert van Nispen dikenal sebagai pengusaha kaya yang menguasai ratusan hektare tanah perkebunan di Sragen. Dagobert van Nispen dulunya tinggal di sebuah rumah besar yang kini masuk di wilayah Bener, Kecamatan Ngrampal, Sragen, yang berada tak jauh dari Stasiun Kebonromo. Bangunan utama rumah van Nispen kini digunakan sebagai kantor guru SDN 1 Bener,” jelas Johny.
Nama Van Nispen terselip di sebuah arsip milik Pabrik Gula (PG) Mojo Sragen. Dokumen yang dicetak pada 1985 itu merupakan hasil terjemahan atas arsip Proefstation Oost Java (POJ) terbitan 1920. Di dalam arsip ini disebutkan bahwa van Nispen merupakan pemilik pertama Suikerfabriek (Pabrik Gula) Mojo Sragen.
Peletakan batu pertama PG Mojo dilaksanakan pada 1883 dan beroperasional 12 tahun kemudian yakni 1895. Nama lain dari van Nispen adalah Walanda Dhugdeng yang terkenal dari Desa Bener.
“Koran De Nieuwe Vorstenlanden edisi 22 Juni 1914 menyebut Van Nispen sebelumnya terlibat dalam perselislihan tak kunjung usai dengan koleganya di De Vereeniging van Solosche Landhuurders atau Asosiasi Penyewa Tanah Solo. Nispen akhirnya menyerah. Ia memutuskan melepas jabatan presiden di organisasi yang telah didirikan dan dibesarkannya,” jelas Johny.
Setelah kejadian itu, Nispen menepi dari pusara kekuasaan Vorstenlanden dan lebih banyak beraktivitas di Kebonromo. Ia lebih tertarik mendalami budaya Jawa dan menjadi teman bagi penduduk lokal, kemudian menua bersama istrinya yang tak lain warga pribumi.