FAO mengatakan naiknya indeks harga minyak nabati didorong oleh kenaikan harga minyak sawit, kedelai, bunga matahari dan minyak lobak.
FAO menjelaskan dalam kasus minyak kelapa sawit, harga terdorong lebih tinggi setelah produksi dari Malaysia turun karena kekurangan pekerja migran yang sedang berlangsung.
Kekurangan tenaga kerja berperan menaikkan biaya produksi dan transportasi makanan di tempat-tempat lain di dunia.
"Masalah lain yang muncul adalah mengeluarkan produk. Misalnya, di sini di Australia kami memiliki banyak kapal yang datang untuk mengambil makanan tetapi kami tidak dapat memasukkan kru karena Covid," ujarnya.
Gangguan pengiriman juga mendorong harga susu, dengan biaya produk susu naik hampir 16% selama tahun lalu.
Brigit Busicchia dari Macquarie University mengatakan spekulasi di pasar global juga berkontribusi terhadap kerentanan harga.
"Sejak tahun 1990-an, deregulasi perdagangan berjangka komoditas telah memungkinkan investor institusional untuk memasuki pasar ini dalam skala besar,” terangnya.
Hal ini berdampak pada negara-negara yang bergantung pada impor pangan.
"Diperkirakan negara-negara seperti Mesir atau negara-negara Timur Tengah lainnya mengalami ketegangan dalam penyediaan sereal mereka," ungkapnya.
Busicchia juga menyoroti bahwa kenaikan harga pangan biasanya paling dirasakan oleh masyarakat miskin, karena kelompok yang kurang beruntung didorong lebih jauh ke dalam kemiskinan.
Hal ini berpotensi meningkatkan ketegangan sosial dan politik.
(Susi Susanti)