SOSOK mantan Kepala BIN Jenderal (purn) AM Hendropriyono sudah begitu dikenal dalam dunia militer dan intelijen. Berbagai palagan pernah dilaluinya dengan sukses.
Pria yang dijuluki ‘Master of Intelligence" ini mengingat sebuah kisah pertempuran melawan anak didiknya saat di Batu Jajar, Bandung, Jawa Barat. Pertempuran yang dimaksudnya adalah peperangan antara Kopassus dengan Pasukan Gerilya Serawak (PGRS) di hutan Kalimantan pada akhir 1960-an hingga 1970 an.
(Baca juga: Bersimbah Darah, Hendropriyono Berhasil Lumpuhkan Gembong PKI Paling Ditakuti)
Saat itu, Prajurit Baret Merah harus menumpas anak didiknya yang dilatih sendiri. Sebab setelah pergantian kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru, PGRS menjadi musuh Indonesia. Padahal sebelumnya, PGRS dilatih oleh TNI untuk memerangi Inggris yang membantu Malaysia saat Indonesia berkonfrontasi dengan Malaysia.
(Baca juga: Kisah Heroik Jenderal Kopassus Habisi Jagal Poso di Hutan Gunung Biru)
Pemerintahan Presiden Soeharto memusuhi PGRS karena dicap sebagai komunis. Jenderal Hendropriyono yang ketika itu masih berpangkat perwira pertama turut mendapat tugas bergerilya melawan bekas sekutu TNI tersebut. Sandi Yudha adalah satuan intelijen tempur dari RKPAD yang diterjunkan melawan PGRS/Paraku yang sebagian anggotanya merupakan pemuda Tionghoa.
Jenderal Hendropriyono memimpin anak buahnya melawan kelompok PGRS pimpinan Bong Khee Chok. Untuk diketahui, Bong Khee Chok alias Yusuf Said dan adiknya, Bong Khun dilatih Kopassus di Batujajar, Bandung.
"Jadi anak buah saya kenal semua sama komandan-komandan PGRS. Bahkan ada cerita, ada salah satu dari kita yang tertangkap dalam keadaan luka-luka, karena kenal, diobatin, terus ditinggalin di pinggir kali," ujar Hendropriyono dikutip dari buku Kopassus untuk Indonesia jilid II, Selasa (23/11/2021).
Pertempuran demi pertempuran dilakukan Hendropriyono, walaupun pedih karena harus melawan anak didiknya. Awalnya pendekatan persuasif dilakukan dan sebagian menuai keberhasilan. Hanya saja, pasukan Kopassus juga kadang terpaksa menangkap dan menewaskan tokoh-tokoh gerilyawan Kalimantan jika langkah persuasif tidak berhasil.
"Masalahnya begini. Kita melatih PGRS, kewaspadaan Bung Karno dulu jangan sampai ini mengotori pasukan nasionalis. Karena PGRS kan dulu komunis, karena itu dibentuklah TNKU alias Tentara Nasionalis Kalimantan Utara untuk memisahkannya dengan komunis. Tapi latihannya bareng. INKU itu isinya RPKAD, isinya kita," ungkap Hendropriyono.
Awalnya, TNKU dikomandani oleh Letjen Zulkifli. Hanya saja dua tahun kemudian, TNKU dipimpin oleh Ahmad Zaidi yang belakangan diketahui merupakan mata-mata Inggris.
"Pasca-PGRS, Ahmad Zaidi menjadi menteri besar di Sarawak, Malaysia. Kita melatih mereka dulu karena kampanye 'Konfrontasi dengan Malaysia," kata Hendropriyono.
Mertua Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa ini berhasil menangkap dan menumpas anggota PGRS, namun tidak Bong Khee Chok. Pimpinan PGRS tersebut baru keluar dari hutan pada November 1973 dan menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah Malaysia. Meski berhasil melumpuhkan salah satu komandan PGRS, Ah San alias Hassan dengan pertarungan duel, Hendropriyono tak pernah bertemu langsung dengan Bong Khee Chok di medan peperangan.