Syaikh Ismail dan Fakir Muhammad kemudian berhasil membujuk Marah Silu untuk memeluk Islam dan membuat kerajaan tandingan untuk Kerajaan Pasai yang akan dibantu oleh Dinasti Mamaluk di Mesir dan berganti nama menjadi Sultan Malik al-Saleh. Akhirnya Marah Silu dinobatkan menjadi Raja Kerajaan Samudera yang berada di kiri dari Sungai Pasai dengan letak menghadap ke arah Selat Malaka. Namun demikian, ternyata kedua kerajaan tersebut justru bersatu menjadi Kerajaan Samudera Pasai.
Keislaman Marah Silu juga disinggungkan dalam catatan Hikayat Raja Pasai dengan memberikan penjelasan bahwa Nabi Muhammad SAW telah menyebutkan nama kerajaan Samudera dan menyuruh agar daerah tersebut diislamkan oleh sahabat Nabi.
Dan bisa ditarik kesimpulan, bahwa ada kemungkinan Islam telah masuk ke Nusantara tidak lama setelah Nabi Muhammad SAW wafat yakni (abad pertama Hijriah atau abad ke 7-8 M), atau bahkan muncul kemungkinan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Makkah. Hal itu terungkap dari buku "Ensiklopedia Kerajaan Islam Di Indonesia, Binuko Amarseto".
Diketahui, Kerajaan Samudera Pasai terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih terletak di kota Lhokseumawe, Aceh Utara. Menurut catatan Rihlah ila I-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) dari Ibnu Batutah, kerajaan Samudera mengalami perkembangan pesat, bahkan bisa dikatakan berada dalam masa kejayaan di bawah kepemimpinan Muhammad Malikul Zahir. Hal ini ditandai dengan aktivitas perdagangan yang sudah maju, ramai, dan sudah menggunakan koin emas sebagai alat pembayaran.
Ditambah lagi, posisi Kerajaan Pasai yang berada di aliran lembah sungai juga membuat tanah pertanian menjadi subur sehingga padi yang ditanam oleh penduduk Kerajaan Islam Pasai pada abad ke 14 bisa dipanen dua kali setahun.