Ia mengaku tidak melarang penggunaan pengeras suara, baik di masjid maupun musala. Namun, ia meminta penggunaannya diatur supaya masyarakat yang berbeda keyakinan tidak terganggu.
"Agar niat menggunakan toa atau speaker sebagai sarana atau wasilah melakukan syiar tetap bisa dilaksanakan. Tanpa harus mengganggu mereka mungkin tidak sama dengan keyakinan kita," ujar dia.
Dengan diterbitkannya aturan ini, Menag melanjutkan, selain untuk menghargai perbedaan keyakinan, SE ini juga didukungberbagai pihak guna mengatasi kebisingan atas pengeras suara yang tidak serempak.
"Bagaimana suara itu tidak diatur pasti mengganggu, apalagi kalau banyak di sekitar kita kita diam di suatu tempat. Kemudian misalnya ada truk kiri kanan depan belakang mereka menyalakan mesin bersama-sama pasti kita terganggu," tuturnya.
(Erha Aprili Ramadhoni)