JAKARTA - Ketua Bidang Seni Budaya Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jakarta, Kiai Lutfi Hakim, menegaskan pentingnya air dalam kehidupan manusia. Pasalnya, air bukan sekadar unsur alam, tetapi sumber kehidupan yang menyatu dengan nilai spiritual, budaya, dan sosial.
Menurutnya, air tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar seperti minum, memasak, dan kebersihan, tetapi juga memiliki makna simbolis dalam tradisi agama dan budaya.
“Pemahaman tentang air melampaui dimensi materialnya sebagai substansi fisik. Ia juga mencakup aspek keagamaan, filosofi, dan adat istiadat yang hidup di masyarakat,” Kiai Lutfi dalam Lokakarya bertajuk “Menakar Masa Depan Air di Jakarta, Akankah Menjadi Air Mata?”, dikutip, Selasa (7/10/2025).
Dalam Islam, lanjutnya, air digunakan untuk wudhu dan mandi besar sebagai syarat kesucian, bahkan kitab fiqih membahas bab pertama tentang air. Dalam budaya, air menjadi simbol kehidupan, kesuburan, dan keberkahan.
Dia juga mencontohkan tradisi siraman di Jawa, melukat di Bali, hingga makna air dalam budaya Betawi melalui kendi, kentong, dan roti buaya.
Oleh karena itu, dia menekankan bahwa transformasi PAM Jaya menjadi perseroda harus sejalan dengan prinsip tata kelola yang baik, yakni transparansi, akuntabilitas, dan orientasi pada pelayanan publik.
“Transformasi PAM Jaya menjadi perseroda harus dibaca sebagai momentum untuk memperkuat dua hal sekaligus: profesionalitas bisnis dan tanggung jawab sosial,” tandasnya.
Sekretaris Umum MUI Provinsi Jakarta, Kiai Auzai Mahfuz menekankan bahwa persoalan air tak hanya teknis, tetapi juga simbol peradaban dan kemanusiaan.
“Air ini tidak mengenal agama. Nabi kita bersabda bahwa manusia memiliki tiga kebutuhan yang harus dipenuhi bersama. Yang pertama adalah air, yang kedua udara, dan yang ketiga adalah api,” katanya.
Dia menambahkan, saat Perang Badar sebagai contoh sejarah di mana perebutan sumber air menjadi strategi penting. Dari perspektif ini, air bukan hanya sumber kehidupan, tetapi juga kekuatan, kebijaksanaan, dan simbol keadilan.