Dimana setiap bentuk konstruksi menurut Agung, memiliki ciri khas khusus. Salah satunya pada sisi pojok dinding bangunan yang tidak dibuat lancip, melainkan ada sisi tumpulnya. Dari sisi konstruksi lantai pun, ada penanda berbeda ketika ada sisi yang lebih tinggi.
"Lantainya traso dari awal hingga sekarang tidak ada perubahan. Yang jadi ciri khas di lantainya ada perbedaan warna yang menandakan ketika ada tingkatan yang berbeda. Misalnya kalau mau naik tangga sambungan ini dikasih warna gelap, berbeda dengan lantai yang datar ini warnanya putih," ucapnya.
Ciri khas lain bangunan Belanda yang masih dipertahankan adanya rongga di ruangan yang digunakan untuk menyimpan udara dingin. Apalagi zaman dahulu saat Balai Kota Malang dibangun, di belakangnya masih berupa tanah kosong yang langsung menghadap ke Sungai Brantas.
"Ruangannya dibuat seperti cekungan yang difungsikan untuk menyimpan udara. Jadi udara dingin itu tidak masuk ruangan tidak langsung keluar, tapi dialirkan mutar di dalamnya agar sejuk," bebernya.
Desain cekungan yang menyerupai kubah ini terdapat di lantai satu saat memasuki area balai kota dan kedua sisi bangunan di timur dan barat. Sayang satu cekungan di langit-langit atap saat memasuki balai kota sudah ditutup dengan plafon. Desain serupa juga ditemukan di sekitar tangga yang naik ke lantai dua.
"Fungsinya ini sama seperti yang tadi di lantai bawah untuk ngalirkan dan menyimpan udara dingin. Jadi udara dinginnya dari Sungai Brantas dulu tidak langsung keluar tapi bisa tersimpan masuk," tutur pria yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Malang.
Menariknya dikatakan Agung cerita - cerita unik pernah mewarnai selama proses renovasi balai kota, termasuk saat membuka plafon atap bangunan balai kota. Dimana ia yang turut serta merenovasi bersama tim cagar budaya menemukan beberapa benda-benda aneh di sejumlah ruangan, termasuk ruangan wali kota.
"Banyak menemukan benda-benda unik keris, tulang untuk apanya nggak tahu. Itu tersimpan ada yang diplafon di lantai atas di ruangan wali kota. Itu benda - benda peninggalan wali kota sejak dulu," jelasnya.
Ciri khas arsitektur Belanda yang kuat disertai dengan sejarah perjalanan panjang Balai Kota Malang menjadikan ditetapkan sebagai cagar budaya nasional pada 2018 lalu, yang dilindungi oleh Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Bangunan ini terdaftar sebagai cagar budaya nasional dengan nomor PO2018090300007.
Plakat prasasti masuknya bangunan Balai Kota Malang ke dalam cagar budaya nasional terdapat di halaman depan balai kota yang berbatasan dengan jalan protokol Bundaran Tugu. Di plakat tersebut tertuliskan Bangunan Balaikota Malang dirancang yang dibangun pada 1927 dan selesai pada September 1929 menghabiskan biaya 287.000 Gulden. Bangunan ini dibangun dengan motto Voor de Burgers van Malang (untuk warga Malang).
"Bangunan yang megah dan mewah ini saat agresi militer satu oleh gerilyawan rakyat kota (GRK) dibakar agar Belanda tidak bisa menguasai kembali Kota Malang. Saat itu terkenal dengan peristiwa Malang bumi hangus," terangnya.
Menariknya saat terbakar tak sepenuhnya hangus, rangka - rangka baja yang ada di atap bangunan lantai dua masih kokoh dan bahkan hingga kini tetap digunakan. Tak ayal dari awal dibangun hingga kini Kota Malang genap berusia 108 tahun pada 1 April 2022 konstruksi asli bangunan balai kota masih terlihat jelas dan tetap dipertahankan sebagai bangunan cagar budaya.
(Awaludin)