SUDAH menjadi rahasia umum, jika keadaan pada masa Orde Baru begitu mencekam. Banyak peristiwa yang terjadi pada masa itu, salah satunya peristiwa penumpasan para preman jalanan atau begal yang ditembak mati.
(Baca juga: Kisah Soekarno Bentuk Pasukan Tengkorak Misterius untuk Lawan Marinir Belanda)
Melansir Benny Moerdani Yang Belum Terungkap, pada masa itu aksi preman jalanan dan begal sering terjadi, dikarenakan masalah perekonomian yang terjadi pada tahun itu. Preman dan begal tersebut memanfaatkan kekuasaan dan kekuatan mereka untuk merampas hak milik orang lain. Seperti terdapat banyak begal yang membajak bus dan truk di jalanan, dan sebagainya.
Mengetahui hal tersebut, Presiden Soeharto sebagai pemimpin pada saat itu memerintahkan agar segera dibentuk tim yang beranggotakan aparat TNI/Polri ( saat itu ABRI) untuk melaksanakan operasi penumpasan kejahatan terhadap para begal yang makin marak dan merugikan.
(Baca juga: Karyawati di Bekasi Sempat Melawan Sebelum Tewas Dibegal)
Yosep Adi Prasetyo, yang merupakan mantan ketua Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Petrus, menyebutkan bahwa para pelaksana penumpasan tersebut menggunakan pakaian serba hitam dan bertopeng saat melakukan aksinya.
Adapun fakta mengenai peristiwa penumpasan begal di era Soeharto tersebut, yang berasal dari pengakuan seorang mantan begal pada masa tersebut, bernama Bathi Mulyono.
1. Operasi Penumpasan Lebih Sadis
Pelaksana Petrus selalu memakai topeng dan berpakaian hitam. Mereka akan menjemput sasarannya pada tengah malam dengan menggedor rumah sasaran tersebut. Jika orang yang menjadi sasarannya itu keluar, ia akan dieksekusi di depan keluarganya. Adapun metode lain, yaitu menghilangkan target. Tim eksekutor akan membawa target ke suatu tempat, kemudian membunuh dan membuangnya di tempat lain.
2. Pengakuan Mantan Begal
Seorang mantan begal bernama Bathi Mulyono menceritakan bagaimana ia diburu dan menjadi saksi teman-temannya dieksekusi oleh para pasukan bertopeng tersebut. Bathi saat itu terus diburu oleh pasukan ABRI dalam Operasi Pemberantasan Keamanan (OPK), karena hal tersebut Bathi terpaksa bersembunyi di kawasan Gunung Lawu hingga pertengahan 1984, untuk menyelamtkan dirinya.
Suatu saat Bathi memutuskan untuk turun gunung melalui Blora, bermaksud untuk ke Rembang karena da keperluan. Saat malam hari sekitar pukul 21.00 WIB, Bathi hendak kembali ke Blora, sayangnya sudah tidak ada kendaraan umum sata itu. Bathi pun memutuskan untuk menumpang kendaraan pengangkut sayur, karena biasanya kendaraan itu mau membantu warga yang sudah kemalaman di jalan.
Setelah menunggu beberapa saat, ada sebuah mobil pick up yang sedang melintas, Bathi berpikir jika itu adalah mobil pengangkut sayur, ia pun langsung menyetop dan naik ke atas bak mobil tersebut. Ternyata itu merupakan mobil yang dinaiki oleh tim OPK. Bathi mengetahui hal tersebut karena orang-orang yang ada di dalam mobil tersebut membawa senjata laras panjang dan pistol jenis FN yang biasa digunakan oleh tentara.
Kemudian saat Bathi ingin menduduki karung yang ada di bak mobil itu, salah seorang bersenjata tersebut tiba-tiba menegurnya untuk tidak menduduki karung karena berisi manusia.betapa kagetnya Bathi yang mengetahui bahwa ternyata karung-karung itu berisi rekan-rekannya sesama begal yang akan dieksekusi.
Bathi yang menyadari dirinya sedang berada di tengah tim OPK berusaha bersikap tenang.Beruntung wajah tegang Bathi tersamar oleh gelapnya malam. Sepanjang perjalanan Rembang-Blora di tengah hutan jati yang sepi, sejumlah karung diturunkan lalu dihujani tembakan dan karung yang bersimbah darah digelundungkan ke hutan. Karung-karung yang berisi para begal itu terus diturunkan pada jarak tertentu lalu ditembak dan kemudian di lempar ke dalam hutan. Bathi cepat-cepat turun di sebuah warung di pinggir jalan karena mobil pick up pengangkut sayur itu ternyata tidak ke Blora.
3. Penjelasan Soeharto
Soeharto sempat memberikan penjelasan terkait langkah ekstrim penumpasan begal sadis menggunakan pasukan ABRI. Ia juga menjelaskan apa yang menjadi alasan beberapa mayat begal sadis ditinggalkan begitu saja.
Soeharto tahu betul saat itu pers dan masyarakat tengah heboh dengan penembak misterius atau Petrus yang menimpa para begal sadis. Tetapi menurut Soeharto, masalah itu bukanlah hal yang misterius. Hal tersebut sebenarnya merupakan kejadian yang didahului oleh keresahan dan ketakutan rakyat atas aksi para begal sadis tersebut.