JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Hageng Nugroho menegaskan, pengaturan pembelian jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) seperti pertalite dan solar subsidi, merupakan bentuk tanggung jawab negara dalam menjaga ketersediaan suplai dan mempertimbangkan kemampuan masyarakat untuk membeli.
BACA JUGA:Resep Udang Krispi Saus Telur Asin Seenak Buatan Restoran, Yummy!
Menurutnya, selama ini pemerintah telah memberikan subsidi untuk menahan kenaikan harga BBM akibat melonjaknya harga minyak dunia yang mencapai USD 120 per barel.
Namun, karena terjadi selisih harga yang cukup lebar antara BBM subsidi dan non subsidi, membuat realisasi konsumsi BBM bersubsidi melebihi kuota yang ditetapkan.
“Pengaturan tersebut untuk memastikan mekanisme penyaluran BBM subsidi seperti pertalite dan solar tepat sasaran. Jika tidak diatur, besar potensinya kuota yang telah ditetapkan selama satu tahun tidak akan cukup. Ini demi menjaga ketahanan energi kita,” ujar Hageng dalam keterangannya, Rabu (29/6/2022).
BACA JUGA:Banyak Pelajar hingga Mahasiswa Investasi Kripto, Ini Buktinya
Sebagai informasi, PT Pertamina (Persero) mencatat, dari kuota yang diberikan sebesar 23,05 juta kiloliter, konsumsi pertalite sudah mencapai 80 persen pada Mei 2022. Sementara konsumsi solar subsidi mencapai 93 persen dari total kuota awal tahun sebesar 15,10 juta kiloliter.
Hageng mengatakan, penyaluran BBM subsidi harus sesuai dengan peraturan, baik dari sisi kuota maupun segmentasi penggunanya. Saat ini, lanjut dia, segmen pengguna solar subsidi sudah diatur sehingga penyalurannya lebih tepat sasaran. Sedangkan Pertalite segmentasi penggunanya masih terlalu luas.