DALAM Negarakretagama diceritakan, Raja Majapahit, Ratu Suhita wafat pada 1447. Lantaran Ratu Suhita tidak tidak dikaruniai anak, maka yang dinobatkan sebagai penguasa Majapahit berikutnya adalah Kertawijaya (1447-1451).
Kertawijaya, adik bungsu Ratu Suhita, adalah Raja Majapahit yang mulai memakai nama Brawijaya sebagai pengingat akan pendiri kerajaan itu, yakni Raden Wijaya.
Lalu muncul nama Bhre Kertabhumi atau Brawijaya V (1468 -1478), sosok yang diyakini sebagai raja terakhir Majapahit.
Istilah "Brawijaya" baru muncul dalam karya-karya sastra berbentuk babad dan serat yang ditulis kemudian, seperti Babad Tanah Jawu, Serat Kandha, dan Serat Darmogandul, serta sumber cerita rakyat.
Bhre Kertabumi memiliki 3 (tiga) istri cantik jelita yang menurunkan raja-raja besar di Tanah Jawa.
Satu diantara istrinya dikenal dengan nama puteri Champa. Nama aslinya adalah Amaravati, putri Raja Kauthara negara bagian Champa. Ayahnya berdarah Cina, yakni Bong Tak Keng sedangkan ibunya adalah putri Maharaja Champa, Raja Indravarman VI, asli etnis Champa (Indochina).
Karena berasal dari Champa, Amaravati dikenal rakyat Majapahit dengan sebutan "Putri Cempo" (ejaan Jawa). Ia menjadi permaisuri Bhre Kertabhumi saat masih menjadi Raja Keling, negara bagian Majapahit dengan nama Jawa "Dewi Amarawati".
Dewi Amarawati adalah adik Chandravati, ibunda Sunan Ampel (pendiri Majelis Walisongo berdarah China-Champa). Dengan demikian, Sunan Ampel adalah keponakan Dewi Amarawati, istri permaisuri Bhre Kertabhumi.